Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2020

Bergson Ogah Main Film

Sejak kemunculannya di peralihan abad 19 ke abad 20, film atau gambar bergerak, telah memicu ragam reaksi. Tak hanya dari kalangan awam yang cuma tahu asyiknya nonton film, tanggapan pada film juga muncul dari para seniman, teknokrat, birokrat, konglomerat, hingga ahli filsafat seperti pernah dialami oleh tokoh kita kali ini: Henri Bergson. Bergson yang hidup antara 1859-1914 di Paris, Prancis ini, bukan orang sembarangan. Meski di kalangan tertentu ia dikenal sebagai ahli filsafat yang pengaruhnya awet hingga kini lewat orang bernama Gillez Deleuze yang telah dengan sabar dan setia mengurai keruwetan pemikiran Bergson, khalayak justru lebih mengenal Bergson sebagai peraih nobel sastra pada 1928. Urusan Bergson dengan film bermula saat ia berpandangan, cara kerja film meniru praktik keseharian kita, terutama berkaitan dengan cara bagaimana kita memahami dan memaknai lingkungan sekitar. Contohnya kira-kira begini. Pagi tadi, sebelum sarapan, saya mengawali hari dengan bercakap-cak...

Permainan Rock Klasik Gus Im dan Wiji Thukul

Ciputat awal tahun 2000an. Itu masa ketika saya masih menjadi pendengar setia    radio M97   FM yang berhaluan   rock klasik. Nyaris saban hari,   kuping   saya disesaki    lagu-lagu   Goodbye to Romance , Dreamer, No More Tears   (Ozzy Osboourne);   musik-musik megah dan bergemuruh   macam Kashmir , Achiles   Last Stand   (Led Zepppelin); Highway Star , Burn (Deep Purple); Another Brick in the Wall (Pink Floyd); dan   tak ketinggalan Mustafa Ibrahim dari Queen; Ada juga lagu-lagu   misterius yang membius seperti A Whiter Shade of    Pale (Procol Harum) Stairways to Heaven (Led Zeppelin), House of the Rising Sun (Animal) hingga   Litle Wing , Purple Haze , dan All Along the Watchtower (Jimi Hendrix); lagu yang disebut terakhir aslinya milik Bob Dylan tapi kalah kesohor   dari versi Jimi Hendrix. Masih banyak   lagu-lagu   yang kerap di putar di M97 FM   term...