Langsung ke konten utama

Saat Konten Menjadi Kontan


Sokrates, filsuf yang gemar keluyuran di pasar  dan  berdialog dengan orang-orang yang ditemuinya itu,  pernah berkata, hidup yang tidak dikaji adalah hidup yang tidak layak dihidupi.” Seiring perkembangan zaman, pandangan Sokrates sepertinya akan berbunyi  ‘hidup yang tidak bisa ditonton, adalah hidup yang tidak layak dihidupi.

Media sosial berbagi video YouTube dengan sajian audio-visualnya yang bermacam-macam,   membuat  kehidupan   sehari-hari tak lebih dari urusan melihat/dilihat. Lebih jauh,  YouTube   membuat cara berpikir dan bertindak  selalu dalam kerangka  istilah-istilah  ‘prank’, ‘trending’ ‘viral,’ ‘subscribe,’ ‘viewers,’  ‘like/unlike,’ ‘comment,’ dan ‘share.’  

Kultur selebritas

YouTube dengan berbagai ‘content’ atau muatannya yang menyajikan  kegiatan sehari-hari  orang-orang  biasa, telah  menghadirkan pergeseran-pergeseran  dalam  kultur selebritas.

Budaya selebritas atau pesohor   yang sebelumnya bersifat eksklusif kini menjadi arena yang  lebih terbuka. YouTube tak ubahnya kendaraan baru  bagi orang-orang biasa  yang berkehendak menjadi  luar biasa. 

Pada 1968, seniman nyetrik asal Amerika Serikat Andy Wahrol bernubuat, “di masa depan, orang akan terkenal di seluruh dunia selama  lima belas menit.”

Panggung selebritas pun selalu  dipenuhi lalu lalang nama-nama  baru dengan lagak dan gayanya masing-masing, yang mendadak sangat terkenal, tapi selang beberapa waktu kemudian  menghilang dan terlupakan.

Seandainya  Andy Warhol hidup saat ini, dia mungkin   akan merevisi  prediksinya hingga bunyinya menjadi “di masa depan, dalam lima belas menit orang akan terkenal di seluruh dunia.”

Banyaknya pengguna aktif  YouTube berimbas pada lahirnya selebritas-selebritas baru dengan ciri-ciri  yang bertolak-belakang dengan selebritas-selebritas sebelumnya.

Kultus selebritas alit

Jika di masa lalu selebritas identik dengan  sosok yang berasal dari kelas sosial tertentu    lengkap dengan keidupan  serba mewah  dan luar biasa, maka selebritas  di era ketika media sosial begitu berpengaruh, muncul dari kalangan orang biasa dan bahkan rakyat jelata.

Selebritas  baru   selalu menjaga  jarak bahkan cenderung  anti dengan  selebritas lama,  yang meraih popularitas  lewat  media massa arus utama. 

Berbeda dari selebritas lama yang selalu ingin menonjolkan sisi-sisi keistimewaan dan keluarbiasaan yang dimiliki, selebritas baru   tak menyebut  dirinya istimewa atau luar biasa.

Selebritas gaya baru tak mengikuti jejak selebritas gaya lama yang  membangun citra diri  lewat  gaya hidup glamor,  gemar unjuk kedermawanan diri, dan hanya bergaul dengan kalangan  elit tertentu. Selebritas  baru lebih nyaman  menjadi diri sendiri.

Terakhir tapi tak kalah penting, selebritas baru  selalu  menggunakan alat-alat atau perkakas seadanya untuk  menunjang  aksi-aksinya  di depan kamera.

Kendati berasal  dari kalangan biasa, pengakuan akan keistimewaan selebritas gaya baru  jebolan  YouTube muncul  tak hanya dari lingkup negeri sendiri tapi juga dari luar negeri.

Tersebutlah nama gitaris beraliran fingerstyle Alif Gustakhiyat pemilik channel YouTube ALip Ba Ta. Alif yang channel YouTubenya berhasil mengumpulkan subscriber sebanyak 2 juta lebih itu,  tak henti membuat warganet dari seluruh dunia mengagumi  permainan gitarnya.

Laman resmi gitaris Brian May dari   grup legendaris Queen  melayangkan pujian untuk  Alip Ba Ta; tak ketinggalan  Synyster Gates, gitaris grup rock Avenged Sevenfold memberi sanjungandan   disusul  Herman Li, blak-blakan ingin menjadikan Alip Ba Ta sebagai pembuka penampilan  Dragon Force seandainya  grup metal asal Inggris itu manggung di  Indonesia.

Alif Gustakhiyat  termasuk dalam kategori  selebritas alit;  selebritas hasil ciptaan diri sendiri dengan dukungan penuh   pendukung  fanatik dan pemujanya  yang  terlibat  langsung dalam proses kelahiran selebritas alit. 

Selebritas alit berangkat dari pandangan  bahwa di era serba digitalsetiap orang bisa bermain-main dengan sistem teknologi informasi, dan mereka  mampu menciptakan dan mengembangkan citra diri mereka dengan  sesuka hati.  

Merebaknya  selebritas alit menyiratkan kesan,  teknologi digital memuluskan terjadinya  proses demokratisasi dalam kultur selebritas; Setiap  orang memiliki peluang dan hak yang sama untuk  menjadi selebritas.

Selebritas  alit  menunjukan  terjadinya desentralisasi  besar-besaran dalam lingkup selebritas, dalam artian, selebritas  tak hanya terpusat  di lingkaran media massa arus utama, melainkan bertebaran di media-media yang bersifat  personal.   

Tapi, sejauh kreativitas dimaksudkan untuk menghasilkan keuntungan finansial dalam wujud mengalirnya uang sebagai kompensasi dari   iklan yang muncul sekelebat di tayangan YouTube,   maka pusat kendali ternyata  tak  pernah berubah.

Jika  ketenaran   selalu dihubungkan  dengan upaya    mendapat keuntungan,  maka, pemegang kuasa tetap berada di tangan pihak-pihak pemilik modal. Walhasil, selebritas tetaplah  komoditas; sekrup dari mesin besar bermana industri. Walhasil, demokratisasi dan desentralisasi  menjadi semu, karena pemegang kekuasaan tertinggi tetaplah mekanisme pasar.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hamsad Rangkuti dan Dua Cerpennya

Hamsad Rangkuti adalah salah satu penulis cerita pendek terbaik dan otentik. Ia, satu dari sedikit cerpenis kita yang mau dan mampu merumuskan pertanggungjawaban kepengarangannya secara cerdas dan tangkas. Ia cuplik satu fragmen kecil tentang dan dari  kehidupan sehari-hari lalu menuangkannya dalam sebuah Cerpen yang mengesankan. Cerpennya relatif tak berurusan dengan perkara-perkara besar dalam peta besar pemikiran misal menyangkut ideologi besar, pertentangan adat, kesamaan hak, atau lainnya.  Tapi, kendati demikian di balik cerpen-cerpennya yang sederhana tersirat begitu banyak suara, membuka peluang aneka tafsir. "Malam Takbir" (1993), "Reuni" (1994) keduanya di dalam buku "Kurma, Kumpulan Cerpen Puasa-Lebaran Kompas" (Kompas:2002) adalah Cerita pendek yang unik. Secara teknik keduanya bisa dibaca sendiri-sendiri tapi dapat pula dinikmati sebagai sebuah kesinambungan, semacam dwilogi. Berlatar hari-hari terakhir ramadan kedua Cerpen bertut...

KUTUKAN ADAT DARI TIGA CERITA

Tiga cerita pendek, Tambo Kuno dalam Lemari Tua dari Muhammad Harya Ramdhoni (dalam Kitab Hikayat Orang-orang yang Berjalan di Atas Air , Penerbit Koekoesan, 2012), Kode dari Langit dari Dian Balqis (dalam Maaf …Kupinjam Suamimu Semalam , Kiblat Managemen, 2012) dan Mengawini Ibu dari Khrisna Pabichara (dalam Gadis Pakarena , Penerbit Dolphin, 2012) mengemukakan suatu tema serupa: kutukan adat! Ketiga cerpen, dengan berbagai pengucapan khas masing-masing pengarang Ramdhoni yang memadukan hikayat dengan cerita pendek, Balqis dengan style sastra perkotaan, dan Pabichara dengan model penceritaan lazimnya cerpen-cerpen populer di koran-koran, serentak melakukan persekutuan diam-diam melakukan penilaian atas adat. Ketiga cerpen mengedepankan aktualitas adat dan pada saat bersamaan mengemukakan suatu ironi pada setiap usaha menentang dominasi adat. Begini ceritanya. Tambo Kuno Mencatat Barbarisme Sampul Buku Kitab Hikayat Tambo Kuno dalam Lemari Tua (disingkat Tambo) adala...

Novel Mada: Sebuah Kegalauan Pada Nama

Cover Novel Mada Novel Mada, Sebuah Nama Yang Terbalik (Abdullah Wong, Makkatana:2013) benar-benar novel yang istimewa. Pada novel ini pembaca tak akan menemui unsur-unsur yang biasanya terdapat pada novel konvensional seperti setting, alur, penokohan yang jelas, dan seterusnya. Di novel ini penulis juga akan menemui perpaduan unsur-unsur yang khas prosa dan pada saat bersamaan dimensi-dimensi yang khas dari puisi. Penulisnya tampak sedang melakukan eksperimen besar melakukan persenyawaan antara puisi dengan novel. Sebuah eksperimen tentu saja selalu mengundang rasa penasaran bagi kita tapi sekaligus membangkitkan rasa cemas bagi pembaca. Kecemasan itu terutama bermuara pada pertanyaan apakah eksperimen penulis Mada cukup berhasil? Apakah ada sesuatu yang lantas dikorbankan dari eksperimen tersebut?  Uraian berikut ini akan mencoba mengulasnya. Dalam kritik sastra mutakhir terdapat salah-satu jenis kritik sastra yang disebut penelaahan genetis ( genetic criticism ). Pen...