Langsung ke konten utama

The MEG, Duel Jason Statham vs Megalodon.


Mengambil keputusan di saat genting selalu punya resiko. Sebaliknya, tak mengambil keputusan di saat darurat pun, resiko selalu mengintai. Saat bersamaan, hidup toh harus tetap dijalani. So, ambillah keputusan, hadapilah resikonya dengan rileks.
Film-film laga Hollywood nyaris selalu bertumpu pada anggapan di atas termasuk di film terbaru Jason Statham, The Meg.
Meg adalah singkatan dari Megalodon, seekor hiu purba raksasa. Meg agresif menyerang apa saja yang mengusik kenyamanannya di bagian terdalam perairan Tiongkok.
The Meg menjadi sarana Jason membuktikan ketangguhannya. Ia seolah ingin terlihat tidak hanya jago di darat dan udara tapi juga di dasar laut. Karakter Jason yang dingin, maskulin, tanpa basa-basi, dan trengginas masih menjadi andalan utama di film The Meg. Ya, seperti sudah kehabisan lawan sepadan dari bangsa manusia, Jason kini melawan hiu buas.
Cerita The Meg sebetulnya sederhana dan sering kita jumpai di film-film serupa.
Jonas Taylor (Jason Statham) adalah seorang penyelam ulung. Ia selalu dipercaya mendampingi para ilmuwan laut saat melakukan riset, untuk berjaga-jaga bila terjadi sesuatu yang membahayakan nyawa si ilmuwan.
Diceritakan, sejumlah ilmuwan terjebak di dasar laut. Kapal selam mungil mereka diserang tanpa belas kasihan sedikitpun oleh Megalodon. Kepanikan melanda. Jonas turun tangan. Ia berhasil menyelamatkan beberapa ilmuwan, tapi karena waktu penyelamatan mepet, ia meninggalkan ilmuwan lain di kapal selam yang diamuk Megalodon.
Ilmuwan yang berhasil diselamatkan, sontak menyalahkan Jonas. Lima tahun lamanya Jonas menyepi di Thailand berteman berbotol-botol bir. Dia menjelma tukang teler.
Jonas mengalami Dejavu saat sebuah proyek sains ambisius berbalut kepentingan bisnis digelar di perairan serupa. Sejumlah ilmuwan kembali terjebak di dasar laut di bawah ancaman mengerikan Megalodon. Di sini Jonas menunjukan keperkasaannya melawan hiu prasejarah.
Lihat! Tak ada yang baru bukan?
Unsur pembeda dari film ini, semata tampak dari peralatan eksplorasi serba canggih yang dihadirkan di film. Perangkat serba digital dan terkomputerisasi dikerahkan untuk melakukan penelitian sekaligus untuk menaklukan Megalodon.
Adegan epik dari film ini salah satunya saat Jason mempertaruhkan nyawa demi menyelamatkan Suyin, putri cantik penanggung jawab mega proyek penelitian, dari buruan Megalodon. Penggambarannya mirip dengan adegan-adegan aksi di permainan playstation.
Aksi Jason menyayat perut hiu dengan bagian atas kapal selam mini yang dinaikinnya, juga sangat dramatis. "Awas. Gw bikin Berdarah-darah lo." Begitu celetuk Jonas sebelum membelah perut Megalodon.
Sementara akting Jason tak ada yang baru, seperti biasa ia tampilkan di film-filmnya yang lain, akting Li Bingbing (Suyin) sungguh memikat, aksi si imut menggemaskan Shuya Shopia Cai (Meiying), yang berperan sebagai putri Suyin, juga sukses mencuri perhatian penonton film ini. Barangkali dialah bintang utama The Meg.
Secara keseluruhan, meski diawal-awal terasa "garing" karena lambat menghadirkan kejutan, film ini cukup lumayan, ga sampe bikin lu manyun.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hamsad Rangkuti dan Dua Cerpennya

Hamsad Rangkuti adalah salah satu penulis cerita pendek terbaik dan otentik. Ia, satu dari sedikit cerpenis kita yang mau dan mampu merumuskan pertanggungjawaban kepengarangannya secara cerdas dan tangkas. Ia cuplik satu fragmen kecil tentang dan dari  kehidupan sehari-hari lalu menuangkannya dalam sebuah Cerpen yang mengesankan. Cerpennya relatif tak berurusan dengan perkara-perkara besar dalam peta besar pemikiran misal menyangkut ideologi besar, pertentangan adat, kesamaan hak, atau lainnya.  Tapi, kendati demikian di balik cerpen-cerpennya yang sederhana tersirat begitu banyak suara, membuka peluang aneka tafsir. "Malam Takbir" (1993), "Reuni" (1994) keduanya di dalam buku "Kurma, Kumpulan Cerpen Puasa-Lebaran Kompas" (Kompas:2002) adalah Cerita pendek yang unik. Secara teknik keduanya bisa dibaca sendiri-sendiri tapi dapat pula dinikmati sebagai sebuah kesinambungan, semacam dwilogi. Berlatar hari-hari terakhir ramadan kedua Cerpen bertut...

MERENTANG SAJAK MADURA-JERMAN; CERITA KYAI FAIZI MENAKLUKAN JERMAN

Siapa Kyai Faizi? Ia seorang penyair. Tak cuma itu ia selain menguasai instrumen bass, disebut basis, juga ahli bis, orang dengan kemampuan membaca dan menuliskan kembali segala hal tentang bis seperti susunan tempat duduk, plat nomor, perilaku sopir berikut manuver-manuver yang dilakukan, ruangan, rangka mesin, hingga kekuatan dan kelemahan merk bis tertentu. Terakhir, ia seorang kyai pengasuh pondok pesantren dengan ribuan santri. Ia juga suka mendengarkan lagu-lagu Turki. Pria ramping nan bersahaja ini lahir di desa Guluk-Guluk, Sumenep, Madura. Sebagai penyair ia  telah membukukan syair-syairnya dalam bunga rampai Tuah Tara No Ate (Temu Sastrawan ke-IV, 2011); kumpulan puisi Delapanbelas Plus (Diva Press, 2007); Sareyang (Pustaka Jaya, 2005); Permaisuri Malamku (Diva Press, 2011) yang terbaru adalah Merentang Sajak Madura-Jerman Sebuah Catatan Perjalanan ke Berlin (Komodo Books, 2012).   Buku disebut terakhir merekam kesan-kesan Kyai Faizi  atas berbagai ...

Novel Mada: Sebuah Kegalauan Pada Nama

Cover Novel Mada Novel Mada, Sebuah Nama Yang Terbalik (Abdullah Wong, Makkatana:2013) benar-benar novel yang istimewa. Pada novel ini pembaca tak akan menemui unsur-unsur yang biasanya terdapat pada novel konvensional seperti setting, alur, penokohan yang jelas, dan seterusnya. Di novel ini penulis juga akan menemui perpaduan unsur-unsur yang khas prosa dan pada saat bersamaan dimensi-dimensi yang khas dari puisi. Penulisnya tampak sedang melakukan eksperimen besar melakukan persenyawaan antara puisi dengan novel. Sebuah eksperimen tentu saja selalu mengundang rasa penasaran bagi kita tapi sekaligus membangkitkan rasa cemas bagi pembaca. Kecemasan itu terutama bermuara pada pertanyaan apakah eksperimen penulis Mada cukup berhasil? Apakah ada sesuatu yang lantas dikorbankan dari eksperimen tersebut?  Uraian berikut ini akan mencoba mengulasnya. Dalam kritik sastra mutakhir terdapat salah-satu jenis kritik sastra yang disebut penelaahan genetis ( genetic criticism ). Pen...