Langsung ke konten utama

FILM OPERA 'TURANDOT'

Oleh: Rangga L. Utomo (Mahasiswa Pascasarjana STF Driyarkara)


sumber gambar: amazon



“Tanpa keutamaan, teror itu membinasakan; tanpa teror, keutamaan itu tak berdaya.” [Robespierre. Laporan kepada sidang dewan, 5 Februari 1794]
Turandot adalah opera tiga babak karangan Giacomo Puccini, ditujukan pada libretto Italia Giussepe Adami dan Renato Simoni, didasarkan pada naskah drama karangan Carlo Gozzi. Pengerjaan opera ini tidak dirampungkan oleh Puccini yang keburu meninggal terkena kanker tenggorokan dan pengerjaan naskah tersebut diteruskan oleh Franco Alfano. Pergelaran perdananya ditampilkan di Teatro alla Scalla, Milan tanggal 25 April 1926, dikonduktori oleh Arturo Toscanini. Selengkapnya

Turandot adalah sebutan dari Bahasa Persia bagi arti “anak perempuan dari Turan”. Turan adalah suatu wilayah Asia Tengah yang menjadi bagian Kekaisaran Persia. Dalam dongeng Persia, dikenal perkataan “Turandokht”, dengan suku kata “dokht” yang merujuk pada kata “Dokhtar” yang berarti anak perempuan. Kisah Turandot diambil dari kumpulan kisah Persia yang termasyhur, Kisah Seribu Satu Malam oleh Hezar o-yek shab (1722, dalam terjemahan Bahasa Perancis, Les Mille et Une Nuits oleh Francois Petis de la Croix).
Dalam buku tersebut, Puccini menggunakan terjemahan Perancis, Puccini menemukan karakter Turandokht sebagai seorang perempuan Cina ‘yang dingin’. Tetapi sesungguhnya kisah mengenai karakter perempuan Cina ini bertalian erat dengan kisah yang diutarakan oleh penyair Nizami tentang Putri Rusia yang dilarikan oleh Sassanid, Raja Behram. Kematian Puccini meninggalkan perdebatan besar mengenai bagaimana kisah akhir Turandot harus diteruskan. Pada pertengahan Babak ke III, dua birama setelah kata-kata, “liu, poesia!”, orkestra berhenti sejenak. Toscanini menghentikan gerakan tongkat dirigennya. Dia berbalik menghadap penonton dan mengumandangkan, Qui finisce l’opera, perché a questo punto il maestro é morto (“Di sini opera berhenti, karena pada bagian ini sang maestro wafat.”). Kemudian setelah itu opera dilanjutkan dengan bagian akhir yang dikerjakan oleh Alfano.  
Selama beberapa tahun, Republik Rakyat Cina melarang diadakannya penampilan Turandot karena menurut pemerintahan RRC, Turandot menggambarkan Cina dan orang Cina dengan kesan buruk. Pada akhir tahun 1990, pemerintahan RRC mengendurkan pelarangannya. Pada bulan September 1998, opera ditampilkan selama delapan malam di Kota Terlarang lengkap dengan berbagai seting arkaiknya dan didukung oleh para serdadu yang diperankan oleh Tentara Pembebasan Rakyat RRC. Pergelaran opera ini adalah proyek internasional yang didukung oleh Zhang Yimou sebagai sutradara dan koreografer serta Zubin Mehta sebagai konduktor Wina Philharmonic Orkestra.
Pada pemeran penyanyi: Putri Turandot diperankan oleh Giovanna Cassola, Calaf diperankan oleh Sergey Larin dan Liu diperankan oleh Barbara Frittoli. Dalam berbagai operanya, seperti Madama Buterfly, Puccini sangat menekankan perlunya unsur budaya setempat. Dalam Turandot, Puccini berupaya menggubah komposisi musik dengan delapan tema yang mendekati warna musik tradisional Cina.
Opera Turandot (DVD) yang digarap oleh Zhang Yimou dan Zubin Mehta ini kiranya mendekati apa yang diinginkan oleh Puccini. Bahkan penonton dapat merasakan aura yang dipancarkan oleh Kota Terlarang yang merupakan seting naskah opera ini. Bahkan, aura ini tidak dirasakan oleh Arturo Toscanini dan Giaccomo Puccini sendiri. Penampilan Turandot di Kota Terlarang seolah-olah menyadarkan kita bahwa mungkin saja teror cinta dan kekuasaan Sang Turandot sedang menyeruak dari tidurnya yang panjang dan sepi.
Kisah opera ini dibuka dengan pernyataan seorang mandarin tentang hukum tanah Tiongkok, (Popolo di Pekino! La legge é questa...) “Siapapapun yang ingin menikahi Turandot harus terlebih dahulu menjawab tiga pertanyaan teka-teki, jika ia gagal maka ia akan dihukum pancung.” Turandot melakukan hal itu karena dendam atas kematian moyangnya, Putri Lou Ling. Lou Ling dikhianati, diperkosa dan dibunuh oleh orang asing. Berdasar dendam tersebut, Turandot menolak untuk dimiliki oleh Pria. Setelah itu adegan pemenggalan Pangeran Persia yang dilakukan pada tengah malam.
Seorang Pangeran Tartar, Calaf yang daerahnya ditaklukan oleh Kekaisaran Cina bertemu dengan Ayahnya (Timur) yang buta dan pembantu kepercayaannya, Liu yang jatuh hati pada Calaf. Ketika Calaf melihat wajah Turandot, ia jatuh cinta dan mengajukan diri untuk melamar dan menjawab tiga pertanyaan. Turandot begitu melecehkan Calaf, karena seorang Pangeran Persia yang daerah kekuasaannya sampai ke perbukitan wilayah Tartar dapat ditaklukan daerahnya dan dipenggal kepalanya.
Tetapi Calaf menolak menyerah. Sang Putri mengajukan pertanyaan pertama, “Apa yang lahir setiap malam dan mati setiap fajar datang?” Sang Pangeran menjawab dengan benar, “Harapan.” Sang Putri meradang, lalu menyampaikan teka-teki kedua, “Apa yang berpercik merah dan hangat bagaikan nyala, tapi bukan api?” Sang Pangeran berpikir sejenak sebelum membalas, “Darah.”. Turandot menggeleng. Mengajukan teka-teki ketiga, ”Apa yang berbentuk semacam es, tetapi terbakar bagaikan api?” Sementara Sang Pangeran berpikir keras, Turandot mengejeknya. Tiba-tiba Calaf berseru penuh kemenangan, “Turandot!”  Sang Pangeran Tartar telah menjawab tiga teka-teki dengan benar.
Turandot menjatuhkan diri dihadapan kaki kaisar. Tetapi Kaisar Altoum menegaskan padanya bahwa hukum adalah suci dan Turandot harus menikahi Sang pangeran. Sementara Turandot menangis dalam kemarahan, Pangeran Tartar berkata kepadanya, “Engkau tak mengetahui namaku, sebutlah siapa namaku. Jika engkau menyebutnya sebelum fajar menyala, aku akan bersedia mati saat fajar.”
Sejak saat itu dimulailah teror oleh Turandot; diumumkan bahwa seluruh orang di Peking akan mati jika, nama Pangeran tidak ditemukan hingga pagi. Timur dan Liu tidak lepas dari penderaan sampai akhirnya Liu bunuh diri dan menasehati agar Turandot menghayati cinta. Ketika mayat Liu diarak oleh serdadu saat itulah Puccini wafat. Franco Alfano meneruskan kisah dengan menggambarkan Turandot yang akhirnya jatuh cinta kepada Sang Pangeran setelah mendapatkan ciuman. Saat fajar tiba, Sang pangeran menyebutkan namanya pada Turandot, “Calaf.” Ketika mereka menghadap Sang Kaisar, Turandot mengatakan bahwa nama suaminya adalah ‘Cinta.’    
Cinta dan kekuasaan adalah tema yang lazim kita cecap dalam berbagai pertunjukan teater atau tayangan sinetron. Tapi apa yang menarik dari Turandot adalah bahwa opera ini tidak sepenuhnya selesai dan meninggalkan berbagai perdebatan dari berbagai tafsiran tentang akhir kisah. Seolah-olah Puccini membiarkan agar setiap orang dapat mengakhiri dan memaknainya dengan cara dan kisahnya sendiri. Bukankah cinta dan kekuasaan begitu luas dan lebar untuk diisi oleh berbagai atmosfer semacam romantisme atau teror berdarah.
Turandot seakan mau menegaskan bahwa yang nyata dari kekuasaan adalah teror yang berdarah, penuh dendam, irasional, bergejolak kejam dan mengabaikan belas kasih. Kekuasaan yang dibangun dengan tembok sistemis yang dingin dan teratur adalah munafik dan menipu seperti orang-orang kejam yang telah menggunakan kekuasaannya untuk mengkhianati kemanusiaan Lou Ling. Turandot melarang tampilnya kekuasaan dengan jubah kebaikan dan kesucian. Kekuasaan bagi Turandot adalah alat yang diraih untuk melampiaskan dendam. Dengan kekuasaan, Turandot menunjukkan bahwa dirinyalah yang pantas berbuat seenaknya melampiaskan dendam dan menumpahkan darah. Tanpa teror kekuasaan, cinta tidak akan terwujud. Seluruh pertanyaan teka-teki, Turandot mengarah kepada apa yang dimaksudkanya tentang kekuasaan.
Opera karya Puccini yang disajikan oleh Zhang Yimou dan Zubin Mehta ini sungguh memikat. Terlebih berbagai set dan aspek koreografi yang disajikan, terasa jauh dari kesan yang sering ditampilkan oleh genre Hollywood atau Bollywood. Rasa baru yang tidak pernah dirasakan sejak premir di La Scala Milan. Bisa jadi, RRC yang berpuluh tahun meradang dengan karya Puccini ini merasakan dendam dari Turandot terhadap ‘yang asing’.
Setelah sekian lama menutup diri dan atas anjuran Deng Xiaoping akhirnya RRC mulai cair akan pasar bebas sehangat ciuman Calaf kepada Turandot. Anda dapat menonton santai opera ini sambil mengunyah kacang goreng untuk merasakan betapa gurihnya kesan auratik gerbang Hong kediaman Kaisar; merasakan hebatnya impresi tarian kupu-kupu dan bunga yang disajikan dengan halus dinamis oleh Zhang Yimou; merasakan dasyatnya horor gema orkestrasi Wina yang dipimpin oleh Zubin Mehta; atau Anda dapat berpikir serius merenungkan tentang pertalian Kekuasaan dan Cinta

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hamsad Rangkuti dan Dua Cerpennya

Hamsad Rangkuti adalah salah satu penulis cerita pendek terbaik dan otentik. Ia, satu dari sedikit cerpenis kita yang mau dan mampu merumuskan pertanggungjawaban kepengarangannya secara cerdas dan tangkas. Ia cuplik satu fragmen kecil tentang dan dari  kehidupan sehari-hari lalu menuangkannya dalam sebuah Cerpen yang mengesankan. Cerpennya relatif tak berurusan dengan perkara-perkara besar dalam peta besar pemikiran misal menyangkut ideologi besar, pertentangan adat, kesamaan hak, atau lainnya.  Tapi, kendati demikian di balik cerpen-cerpennya yang sederhana tersirat begitu banyak suara, membuka peluang aneka tafsir. "Malam Takbir" (1993), "Reuni" (1994) keduanya di dalam buku "Kurma, Kumpulan Cerpen Puasa-Lebaran Kompas" (Kompas:2002) adalah Cerita pendek yang unik. Secara teknik keduanya bisa dibaca sendiri-sendiri tapi dapat pula dinikmati sebagai sebuah kesinambungan, semacam dwilogi. Berlatar hari-hari terakhir ramadan kedua Cerpen bertut...

Kwatrin Ringin Contong; Visi Maksimal Di Balik Puisi Minimal

Pengantar Buku kumpulan puisi Kwatrin Ringin Contong (Penerbit Miring dan Ar-Ruzz Media, 2014, selanjutnya disingkat KRC) menandai kembalinya Binhad Nurrohmat meramaikan panggung perpusian tanah air. Lewat  buku kumpulan puisi terbarunya ini Nurrohmat tampak  berupaya mengingatkan kembali arti penting “epik” dalam artikulasi estetis khususnya puisi. Nurrohmat terlanjur lekat dengan model puisi yang membabar aneka kawasan di mana nyaris tak seorang penyair pun mau dan mampu secara jujur, terbuka, dan percaya diri  menyelaminya; sebuah kawasan yang kerap dicitrakan sebagai liar, vulgar, jorok, dan menjijikan.  Walhasil, kehadiran KRC menjadi momentum kelahiran kembali puisi-puisi dari Nurrohmat dalam bentuk yang baru. Tapi, benarkah demikian? Untuk menjawab ini perlu ditelusuri kedudukan KRC di antara karya-karya Nurrohmat lainnya. Dari Kuda Ranjang ke Ringin Contong Beberapa buku kumpulan puisi yang sukses menempatkan penyair kelahiran Lampung 1 Janua...