Langsung ke konten utama

TIKI-TAKA TEKA-TEKI?




Ibarat genre dalam sebuah penulisan novel, “tiki-taka” adalah sebuah cerita beralur tak biasa. Penceritaan dalam novel atau cerpen beralur tak biasa mengikuti pola zig-zag dan bahkan berlawanan dengan alur cerita sebagaimana umumnya yang runut. Pada novel beralur tak biasa aspek dramatik tak terdapat di awal, di tengah dan di bagian akhir tapi di keseluruhan cerita termasuk bagian-bagian terperincinya seperti tanda-baca, jenis huruf, dan seterusnya.
Berlawanan dengan novel atau cerpen beralur tak biasa, novel atau cerita pendek yang beralur biasa umumnya mengandalkan alur cerita runut, mengalir, dan aspek dramatik  mengikuti susunan  awal, memuat pengenalan cerita; tengah, berisi penggawatan, konflik, intrik, perselisihan, atau lainnya; akhir mengandung jalan keluar atas berbagai persoalan yang dikemukakan cerita dalam novel. Berbeda dengan teknik cerita tak biasa yang menekankan keseluruhan, apa yang diartikan sebagai novel dalam hal ini adalah penjumlahan dari bagian-bagian tersebut.
Dari segi penokohan, novel beralur biasa melulu berpusat pada sosok tunggal yang oleh pengarang diposisikan sebagai sang jagoan. Tokoh-tokoh lain diceritakan sejauh berhubungan secara langsung dengan sang jagoan, ibunya si jagoan, pemabntunya, selingkuhannya, pacarnya, sodarany, paman, kenalan, dan seterusnya. Sebaliknya pada novel dengan alur tak biasa semua sosok bisa menjadi jagoan tapi secara serentak dapat pula menjadi penjahat.
Saya tak memosisikan kedua teknik penceritaan dalam kedudukan mana yang lebih unggul dan mana lebih rendah. Karena kedua teknik tersebut dalam memesonakan atau memuaskan pembacanya memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing. Di sini saya, seperti telah ditulis di awal semata mau menyatakan bahwa ibarat genre dalam sebuah penulisan novel, teknik “tiki-taka” dalam sepak bola serupa cerita beralur tak biasa dalam arti seperti disebut di atas.
Syahdan, dalam pentas sepak bola dunia terdapat dua teknik bermain bola: Teknik bola-bola panjang dan teknik bola-bola pendek. Teknik bermain bola yang mengandalkan umpan bola-bola panjang berakar secara mendalam pada kebiasaan bermain bola di negara Inggris pada 1950-an. Pemikir di balik teknik ini ialah Charles Reep. Ide-ide Reep diadopsi oleh Charles Hughes, sosok yang bertanggung jawab atas terbitnya kitab The Official FA Guide to Basic Team Coaching.
Teknik umpan bola-bola  panjang memprasyaratkan adanya para pemain dengan keterampilan khusus untuk peran-peran khusus pula; belakang, tengah, dan depan. Teknik bola-bola bola-bola panjang begitu memesona publik penggila bola karena dengan beberapa kali sepakan yang menjangkau jauh gol tercipta. Era keemasan teknik seperti ini berlangsung hingga 1970-an dengan ditandainya era baru bermain bola yang mengandalkan umpan-umpan pendek, agresif, dan lincah. Sebuah teknik permainan yang diperagakan tanpa cela oleh kesebelasann Brasil pada 1970an, Belanda pada 1980an dan Argentina pada 2006.
Zaman berubah teknik bermain bola berubah tapi bola tak berubah menjadi kotak; selalu ada yang berubah dan ada yang tak berubah bahkan dalam permainan sepak bola. Para pemain bola kini sangat rajin berlari, bola kini dapat dipermainkan sedemikian rupa, misalnya lewat aksi kecoh mengecoh yang sangat memukau dan seterusnya.
Perubahan besar terjadi pada 2008 dan 2010. 2008 digelar Piala Eropa dengan Spanyol keluar sebagai juara. 2010 Piala Dunia dihelat dan Spanyol berhasil menjadi juara. Menarik bahwa predikat juara diraih Tim Spanyol dengan teknik bermain bola tuna umpan bola-bola panjang. Teknik permainan yang ditampilkan para pemain Spanyol disebut sebagai “Tiki-Taka” (TT)
Apakah sebagai teknik bermain bola Tiki-Taka adalah hal baru? Tidak.
Tiki-Taka, yang tak ada kaitan dengan penyanyi Tika Bisono atau Tika Panggabean itu, jika ditelusuri akar-akar historisnya akan bermuara pada teknik bermain bola yang disebut total football (TF). Dalam TF para pemain dapat bertukar peran dengan pemain lain secara konstan; yang biasa berposisi di belakang bisa kemudian di tengah, yang biasa di tengah bisa ke depan atau ke belakang. TF, dengan begtu, menysaratkan para pemain bola sebagai sosok-sosok yang serba-bisa dalam hal kemampuan bermain bola. Penguasaan bola adalah hal pokok yang pada saat bersamaan dapat pula mengendalikan pola permainan lawan.
Tokoh-tokoh di balik TT, pemain, pelatih, asisten pelatih, staf-staf lain memiliki peran sangat krusial bagi keutuhan teknik permainan. Di lapangan, teknik TT bekerja jika para pemain yang satu meyakini sepenuh hati kemampuan dan kemauan pemain lain, bahwa pemain lainnya itu akan melakukan hal yang diyakini secara kolektif sebagai tindakan yang mencerminkan suatu kebenaran yang dipahami sebagai tujuan dari kehendak keseluruhan pihak. TT beriman pada hukum bahwa yang keseluruhan, termasuk unit-unit terkecilnya, sebagai lebih besar daripada sekadar penjumlahan dari bagian-bagian. Tiki-taka dengan ini sudah bukan lagi  teka-teki.
Kini, setiap tengah malam dan dini hari sepanjang gelaran Piala Eropa 2012 kita masih bisa menyaksikan TT, dengan umpan-umpan bola pendeknya yang ciamik lewat permainan kesebelasan Spanyol. Sebagai juara bertahan masuk akal jika Spanyol difavoritkan mampu melangkah ke final. Itu juga adalah keyakinan saya setidaknya sampai saat ini. Tapi, siapakah lawan Spanyol kelak?
Tanpa menafikan kerja keras tim-tim lain, juga tanpa bermaksud menyinggung para penggemar tim-tim lain, yang masih berpeluang lolos ke final, Perancis, Itali, dan Jerman adalah tiga tim yang berpeluang bertemu Spanyol. Tapi dari ketiga tim itu rasa-rasanya hanya Jerman yang mampu bertemu dan menaklukan Spanyol di final nanti. Selamat menanti! (Khudori Husnan)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hamsad Rangkuti dan Dua Cerpennya

Hamsad Rangkuti adalah salah satu penulis cerita pendek terbaik dan otentik. Ia, satu dari sedikit cerpenis kita yang mau dan mampu merumuskan pertanggungjawaban kepengarangannya secara cerdas dan tangkas. Ia cuplik satu fragmen kecil tentang dan dari  kehidupan sehari-hari lalu menuangkannya dalam sebuah Cerpen yang mengesankan. Cerpennya relatif tak berurusan dengan perkara-perkara besar dalam peta besar pemikiran misal menyangkut ideologi besar, pertentangan adat, kesamaan hak, atau lainnya.  Tapi, kendati demikian di balik cerpen-cerpennya yang sederhana tersirat begitu banyak suara, membuka peluang aneka tafsir. "Malam Takbir" (1993), "Reuni" (1994) keduanya di dalam buku "Kurma, Kumpulan Cerpen Puasa-Lebaran Kompas" (Kompas:2002) adalah Cerita pendek yang unik. Secara teknik keduanya bisa dibaca sendiri-sendiri tapi dapat pula dinikmati sebagai sebuah kesinambungan, semacam dwilogi. Berlatar hari-hari terakhir ramadan kedua Cerpen bertut...

Kwatrin Ringin Contong; Visi Maksimal Di Balik Puisi Minimal

Pengantar Buku kumpulan puisi Kwatrin Ringin Contong (Penerbit Miring dan Ar-Ruzz Media, 2014, selanjutnya disingkat KRC) menandai kembalinya Binhad Nurrohmat meramaikan panggung perpusian tanah air. Lewat  buku kumpulan puisi terbarunya ini Nurrohmat tampak  berupaya mengingatkan kembali arti penting “epik” dalam artikulasi estetis khususnya puisi. Nurrohmat terlanjur lekat dengan model puisi yang membabar aneka kawasan di mana nyaris tak seorang penyair pun mau dan mampu secara jujur, terbuka, dan percaya diri  menyelaminya; sebuah kawasan yang kerap dicitrakan sebagai liar, vulgar, jorok, dan menjijikan.  Walhasil, kehadiran KRC menjadi momentum kelahiran kembali puisi-puisi dari Nurrohmat dalam bentuk yang baru. Tapi, benarkah demikian? Untuk menjawab ini perlu ditelusuri kedudukan KRC di antara karya-karya Nurrohmat lainnya. Dari Kuda Ranjang ke Ringin Contong Beberapa buku kumpulan puisi yang sukses menempatkan penyair kelahiran Lampung 1 Janua...

FILM OPERA 'TURANDOT'

Oleh: Rangga L. Utomo (Mahasiswa Pascasarjana STF Driyarkara) sumber gambar: amazon “Tanpa keutamaan, teror itu membinasakan; tanpa teror, keutamaan itu tak berdaya.” [Robespierre. Laporan kepada sidang dewan, 5 Februari 1794] Turandot adalah opera tiga babak karangan Giacomo Puccini, ditujukan pada libretto Italia Giussepe Adami dan Renato Simoni, didasarkan pada naskah drama karangan Carlo Gozzi. Pengerjaan opera ini tidak dirampungkan oleh Puccini yang keburu meninggal terkena kanker tenggorokan dan pengerjaan naskah tersebut diteruskan oleh Franco Alfano. Pergelaran perdananya ditampilkan di Teatro alla Scalla, Milan tanggal 25 April 1926, dikonduktori oleh Arturo Toscanini.  Selengkapnya