Langsung ke konten utama

4 Kitab Sastra Indonesia dan 1 kajian tentangnya versi Andy Fuller

1.  Jazz, Parfum, dan Insiden  (Ajidarma, 2002)
Sebuah novel yang diterbitkan pada awal 1990an.Novel ini dipilih tidak saja karena ia merefleksikan secara naratif keadaan para korban dan saksi mata atas pembunuhan massal di Dili tapi juga merepresentasikan sebuah kritik literer atas metode-metode penyensoran yang diberlakukan oleh Soeharto sebagai pemimpin rezim Orde Baru (1996-1998).  Di samping itu novel ini juga mengkreasi ulang kenyataan fragmentaris dari pengetahuan dan pengalaman-pengalaman urban kontemporer lewat metode penarasian yang fragmentaris dan terpisah-pisah.


2.   Demonstran Sexy (Nurrohmat, 2008an)
Kumpulan puisi Binhad Nurrhmat, seorang penyair yang tinggal di Jakarta, kelahiran Lampung, Sumatera Selatan. Demonstran Sexy adalah kumpulan puisi berisi olok-olok dan sindiran. Puisi-puisi dalam buku ini ditulis secara singkat, sarkastik, dan mudah diingat. Arti penting buku ini terletak pada kemampuan Binhad menemukan kembali style  penulisannya, yang berciri melakukan perlawanan langsung terhadap perkara-perkara yang ditabukan dan menjadikannya sesuatu yang menggembirakan.


3. We are Playing Relatives: A Survey of Malay Writing (Maier, 2004)
Karya dari Henk Maier,  seorang kritikus sastra Indonesia/Melayu terkemuka. Buku ini melacak perkembangan tulisan di beberapa pulau Indonesia/Melayu. Maier menggunakan pendekatan Bakhtinian untuk melacak kekuatan-kekuatan yang saling berlawanan dalam apa yang disebut sentripetal dan sentrifugal. Maier menemukan suatu benang merah berkenaan dengan topik perjuangan melawan aturan-aturan yang dipaksakan oleh pusat-pusat hegemoni maupun pusat-pusat kekuasaan serta ikhtiar pinggiran yang berkehendak mengacaukan dan mengganggu pusat-pusat tersebut. Pembacaan Maier atas tulisan Melayu sangat luas dan menyeluruh; ia menyediakan tidak hanya titik berangkat yang penting bagi pembaca yang berminat pada sastra Indonesia, tapi sekaligus memberikan paparan yang jernih dengan melibatkan semacam pintu masuk pada diskursus-diskursus teori kritisisme dan interpretasi.


4.   Pada Bantal Berasap (Malna, 2010)
Merupakan kompilasi dari tiga buku karya Afrizal Malna. Buku ini  berisi lebih dari 200 puisi. Pada Bantal Berasap  memperlihatkan perkembangan Malna sebagai penyair dan sekaligus memperlihatkan konsistensi gaya penulisan Malna. Puisi-puisi Malna berpusat pada obyek-obyek, tindakan-tindakan, dan elemen-elemen kehidupan sehari-hari. Ia menuliskan interkasi tubuh dengan lingkungan perkotaan melalui ruang-ruang yang berbeda meliputai ruang-ruang domestik, publik, atau dengan lainnya.  Puisi-puisi Malna kerapkali dibuat dalam kalimat-kalimat yang singkat. Kalimat-kalimat tersebut diulang dan dalam beberapa kasus kata bendanya yang diulang, dan dipertukarkan. Malna bermain dengan ide-ide tentang apa yang kita ketahui, rasakan dan yang dapat bertindak. Dalam puisi-puisinya Malna seringkali tak bisa ditentukan apakah ia sedang berbicara tentang obyek-obyek yang tertentu atau tentang sebuah obyek yang umum atau sebaliknya ia tidak sedang berbicara tentang itu semua. Malna menjungkirbalikkan obyek-obyek—misalnya pintu, jendela, atau sistem-sistem seperti halnya ‘bahasa’—ke dalam perkakas yang dapat berinteraksi dengan bagian-bagian dari konteksnya. Lewat puisi-puisi dalam Pada Bantal Berasap, Malna menyediakan suatu gugatan atas bahasa dan sekaligus sebuah kegusaran terhadap corak puisi Indonesia awal. Ia berkehendak merekonstruksi bahasa dan metode komunikasi yang berdimensi sensual (berhubungan dengan panca indera), konkret, dan menubuh. Malna menulis dalam Maln-esian.


5. The Mute’s Soliloquy, edisi Inggris untuk Nyanyi Sunyi Seorang Bisu karya Pramoedya Ananta Toer (1999)
Kumpulan catatan dan surat menyurat Pramoedya Ananta Toer yang dibuat sepanjang masa pengasingan di Pulau Buru. Catatan-catatan ini bersifat pribadi, terpisah-pisah namun terperinci. Buku ini diedit dan diterjemahkan oleh Willem Samuels.  Buku ini  menyediakan suatu wawasan dalam kekuatan Pramoedya dalam keududkannya tidak saja sebagai seorang intelektual tapi sekaligus memperlihatkan kejerniahan pemikirannya dalam memikirkan kondisi-kondisi kultural, politik, dan sosial dalam ruang dan waktu di mana ia hidup.


Catatan:
Andi Fuller  meraih gelar Phd dari Universitas Tasmania pada 2010 dengan tesis tentang tulisan-tulisan Seno Gumira Ajidarma yang dalam perkembangannya memiliki kesesuaian dengan konsep-konsep flânerie dan flâneur. Fuller juga termasuk editor untuk Antologi Lontar  tentang Cerita Pendek Indonesia.  Pendekatan yang digunakan Fuller  dalam menimbang kelima kitab sastra Indonesia murni personal berbasis pada perjumpaan pribadinya dengan sastra Indonesia modern.  Kendati demikian, teks-teks yang ambil-pilih tidak dalam pertimbangan sebagai paling penting, paling berpengaruh, atau paling baik. Sebaliknya, ukuran yang digunakan semata bertumpu pada minat pribadinya pada sastra-sastra Indonesia serta yang paling penting, detidaknya menurut Fuller, lantara karya-karya sastra tersebut sedikit banyak memicu perdebatan tentang teks-teks sastra di Indonesia.
 (translated from English by Khudori Husnanhttp://jakartaesque.blogspot.com/)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hamsad Rangkuti dan Dua Cerpennya

Hamsad Rangkuti adalah salah satu penulis cerita pendek terbaik dan otentik. Ia, satu dari sedikit cerpenis kita yang mau dan mampu merumuskan pertanggungjawaban kepengarangannya secara cerdas dan tangkas. Ia cuplik satu fragmen kecil tentang dan dari  kehidupan sehari-hari lalu menuangkannya dalam sebuah Cerpen yang mengesankan. Cerpennya relatif tak berurusan dengan perkara-perkara besar dalam peta besar pemikiran misal menyangkut ideologi besar, pertentangan adat, kesamaan hak, atau lainnya.  Tapi, kendati demikian di balik cerpen-cerpennya yang sederhana tersirat begitu banyak suara, membuka peluang aneka tafsir. "Malam Takbir" (1993), "Reuni" (1994) keduanya di dalam buku "Kurma, Kumpulan Cerpen Puasa-Lebaran Kompas" (Kompas:2002) adalah Cerita pendek yang unik. Secara teknik keduanya bisa dibaca sendiri-sendiri tapi dapat pula dinikmati sebagai sebuah kesinambungan, semacam dwilogi. Berlatar hari-hari terakhir ramadan kedua Cerpen bertut...

Kwatrin Ringin Contong; Visi Maksimal Di Balik Puisi Minimal

Pengantar Buku kumpulan puisi Kwatrin Ringin Contong (Penerbit Miring dan Ar-Ruzz Media, 2014, selanjutnya disingkat KRC) menandai kembalinya Binhad Nurrohmat meramaikan panggung perpusian tanah air. Lewat  buku kumpulan puisi terbarunya ini Nurrohmat tampak  berupaya mengingatkan kembali arti penting “epik” dalam artikulasi estetis khususnya puisi. Nurrohmat terlanjur lekat dengan model puisi yang membabar aneka kawasan di mana nyaris tak seorang penyair pun mau dan mampu secara jujur, terbuka, dan percaya diri  menyelaminya; sebuah kawasan yang kerap dicitrakan sebagai liar, vulgar, jorok, dan menjijikan.  Walhasil, kehadiran KRC menjadi momentum kelahiran kembali puisi-puisi dari Nurrohmat dalam bentuk yang baru. Tapi, benarkah demikian? Untuk menjawab ini perlu ditelusuri kedudukan KRC di antara karya-karya Nurrohmat lainnya. Dari Kuda Ranjang ke Ringin Contong Beberapa buku kumpulan puisi yang sukses menempatkan penyair kelahiran Lampung 1 Janua...

FILM OPERA 'TURANDOT'

Oleh: Rangga L. Utomo (Mahasiswa Pascasarjana STF Driyarkara) sumber gambar: amazon “Tanpa keutamaan, teror itu membinasakan; tanpa teror, keutamaan itu tak berdaya.” [Robespierre. Laporan kepada sidang dewan, 5 Februari 1794] Turandot adalah opera tiga babak karangan Giacomo Puccini, ditujukan pada libretto Italia Giussepe Adami dan Renato Simoni, didasarkan pada naskah drama karangan Carlo Gozzi. Pengerjaan opera ini tidak dirampungkan oleh Puccini yang keburu meninggal terkena kanker tenggorokan dan pengerjaan naskah tersebut diteruskan oleh Franco Alfano. Pergelaran perdananya ditampilkan di Teatro alla Scalla, Milan tanggal 25 April 1926, dikonduktori oleh Arturo Toscanini.  Selengkapnya