Era 80-an dan 90-an adalah masanya para penceramah ulung tampil. Di Cirebon seorang maesenas bernama Yukeng (maaf kalau nulisnya keliru) rutin menyediakan tempatnya bagi singa-singa podium.
Habib Idrus Jamalulail, Abu Hanifah, sesekali ada Habib Riziek, dll memukau hadirin dengan ceramahnya yang menggelegar dan membakar semangat massa.
Waktu itu, tiap pagi saya hanya bisa nguping ceramah beliau-beliau dari tape recorder yang distel tetangga dengan suara sangat keras. Saking seringnya mendengar ceramah-ceramah itu, bawaanya pengen langsung angkat senjata saja berperang melawan kaum kafir.
Kelebihan para penceramah mazhab Yukeng ini menurut saya terletak pada pemilihan kata, permainan intonasi suara yang akrobatik, dan pesan-pesan yang disampaikan berhubungan langsung dengan perjuangan umat Islam kala itu, yang baru saja mengalami tragedi Tanjung Priok yang menewaskan kalau tidak salah Amir Biki.
Inilah kekhasan pertama cara ceramah yang mampu menyihir hadirin. Ceramah berkaitan langsung dengan aspirasi orang kebanyakan. Mencerminkan ide, cita-cita, dan perjuangan umat.
Tak perlu banyak gimmick atau tingkah polah, asal materi bersesuaian dengan geliat di tengah umat, ceramah hampir dipastikan akan memikat.
Seiring berjalan waktu, pengajian Yukeng redup. Cirebon kembali pada situasi yang khas dunia santri; sunyi dalam mengaji.
Selanjutnya, dengan gayanya yang menghibur K.H Zainuddin MZ memesona jutaan umat di seluruh pelosok Indonesia.
Beliau bisa melucu tanpa ia sendiri harus ikut tertawa terbahak-bahak bersama khalayak. Beliau tetap cool.
Gaya busananya necis, tatapan matanya dingin, tapi sekali keluar getar suaranya, bahkan saat sebelum beliau melucu, langsung disambut gerrr luar biasa.
"Ya bu.. Ya bu" begitu Kyai MZ biasa menyapa hadirin saat hadirin terlihat bete atau ngantuk. Saya tidak tahu kenapa selalu ibu-ibu yang biasa disapa. Mungkin karena ibu-ibu mudah diserang kantuk saat ikut pengajian.
Selain materi-materi ceramah yang mudah dicerna karena diselingi humor-humor cerdas, keistimewaan Kyai MZ adalah ia paham situasi kebatinan jamaah atau mengetahui seluk belik kondisi kejiwaan jamaahnya. Beliau paham kapan harus serius, dan kapan mesti melempar lelucon.
Kemunculan Kyai MZ berbarengan dengan bergairahnya industri pertelevisian yang dikelola swasta. Walhasil, kemahsyuran namanya merentang jauh ke pelosok-pelosok, ceramahnya selalu dipenuhi massa. Beliau pun dijuluki da'i sejuta umat.
Inilah menurut saya, kunci ceramah kedua, penceramah paham psikologi massa, baik sebelum ceramah maupun saat ceramah.
Bersambung.
Komentar
Posting Komentar