Langsung ke konten utama

Belajar menjadi Penceramah (4)


Pendekatan akademik dalam ceramah tak pernah ketinggalan. Prof. Quraish Shihab dan Professor Nasaruddin Umar adalah beberapa di antaranya. 

Dengan bertitik tolak dari disiplin Tafsir Al Qur'an, kedua professor dari UIN Syarif Hidayatullah ini masih terus memberi pencerahan ke  masyarakat ihwal persoalan-persoalan kemasyarakatan hingga tauhid dengan berlandaskan tafsir atas nash-nash Al Qur'an.

Pendekatan tematik yang diketengahkan beliau-beliau, masih mendapat tempat istimewa di kalangan muslim kelas menengah perkotaan, yang haus akan informasi valid tentang dalil-dalil Al Qur'an.

Pendekatan akademik memprasyaratkan penguasaan berbagai disiplin ilmu lain dalam cara-cara ceramahnya. Maksudnya, meski bertolak dari ilmu tafsir, baik Prof. Quraish maupun Prof. Nasaruddin Umar jelas sekali menguasai berbagai disiplin ilmu lain misal humaniora, ekonomi, politik, sosial, dll meski secara umum.

Wawasan dan pemahaman lintas disiplin ilmu ini (pokok keempat) penting karena selain sebagai bahan perbandinhan dan ilustrasi, juga untuk menghindari penyampaian materi ceramah yang penuh dengan istilah-istilah teknis konseptual khas akademisi.

Tegas, lugas, dan cerdas. Itulah kesan pertama yang muncul saat menyimak ceramah-ceramah Ustad Abdul Shomad (UAS).

Artikulasi atau cara pengucapan kata-katanya meluncur lancar dengan intonasi dan aksentuasi yang terjaga. Di sela-sela ceramahnya sering muncul lelucon-lelucon segar dan mengejutkan. 

Publik terhanyut dengan materi ceramah yang disampaikan meski itu tergolong tema yang sangat berat misal tentang perbedaan mazhab dalam Islam, sejarah Nabi, sejarah agama-agama, sejarah perpolitikan nasional, dan seterusnya.

Didukung dialek melayu yang kental, UAS selalu berhasil membuat jamaah penasaran hingga ingin terus menerus menanti dan mengikuti ceramah-ceramahnya.

UAS dapat dikatakan penceramah yang komplit, wawasan keilmuannya relatif luas, paham situasi kebatinan hadirin, penuh percaya diri, dan mengetahui seluk-beluk teknik ceramah yang pada hakikatnya adalah masalah kemampuan berbahasa (pokok penting kelima).

Bahasa berkaitan denga kata, kalimat, tanda baca, irama, metafora (majas) dan sejenisnya. Bahasa juga berkaitan dengan masalah bagaimana mengomunikasikan atau menyampaikan pesan kepada khalayak secara efektif dan efisien atawa tepat guna-termasuk melalui gesture dan bahasa tubuh yang paling spesifik misal tatapan mata.

Walhasil, meski terkesan spontan dan kadang ceplas-ceplos saya berkeyakinan ceramah-ceramah UAS bertolak dari sebuah konsep yang sangat matang. Ingat! beliau adalah juga seorang penulis buku produktif.

Tentu saja UAS bukan satu-satunya tipikal penceramah yang komplit. Di kalangan kyai NU dan di luar NU, banyak dijumpai penceramah hebat tapi memang jarang terexpose di media karena lebih memilih jalan senyap dan menghindari kontroversi; 

seperti sebut saja Gus Mus, dengan kemampuan ceramahnya yang menghanyutkan karena beliau adalah juga penyair top, lalu Prof. Mahfud MD yang rileks dan lepas seperti Gus Dur, Kyai Said Aqil Siradj dan masih banyak lagi lainnya termasuk para habaib.

Dari model-model ceramah para jagoan podium yang tergelar di atas, dapat kiranya dipetik pelajaran (khususnya buat saya pribadi) ceramah selalu berkaitan dengan bahasa. 

Maka, menyayangi  dan memahami karakter huruf, kata, kalimat, dan cara-cara pengucapannya (makharijal huruf) berikut perkembangan-perkembangan dari bahasa menjadi sebuah tahapan penting bagi penceramah.

Pengetahuan dasar tentang psikologi atau ilmu jiwa akan sangat membantu untuk memahami gerak-gerik dan situasi kebatinan jamaah. 

Selain penceramah, siapakah yang diam-diam paling paham teknik-teknik ini? Mereka adalah dalang, dramawan, dan tukang sulap (magician).

Terakhir tapi tak kalah penting ialah, perhatikan cara memegang microphone; jarak antara mulut dengan mic akan sangat berpengaruh pada kualitas suara yang ke luar.

Jika microphone nir-kabel alis wireless sempatkan untuk melakukan check sound layaknya penyanyi yang akan konser di hadapan jutaan penonton. Mintalah sound man (tukang sound system) untuk mengatur volume, bas, treble seumpama pengaturan suara dianggap kurang maksimal.

Sekian.

Khudori Husnan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hamsad Rangkuti dan Dua Cerpennya

Hamsad Rangkuti adalah salah satu penulis cerita pendek terbaik dan otentik. Ia, satu dari sedikit cerpenis kita yang mau dan mampu merumuskan pertanggungjawaban kepengarangannya secara cerdas dan tangkas. Ia cuplik satu fragmen kecil tentang dan dari  kehidupan sehari-hari lalu menuangkannya dalam sebuah Cerpen yang mengesankan. Cerpennya relatif tak berurusan dengan perkara-perkara besar dalam peta besar pemikiran misal menyangkut ideologi besar, pertentangan adat, kesamaan hak, atau lainnya.  Tapi, kendati demikian di balik cerpen-cerpennya yang sederhana tersirat begitu banyak suara, membuka peluang aneka tafsir. "Malam Takbir" (1993), "Reuni" (1994) keduanya di dalam buku "Kurma, Kumpulan Cerpen Puasa-Lebaran Kompas" (Kompas:2002) adalah Cerita pendek yang unik. Secara teknik keduanya bisa dibaca sendiri-sendiri tapi dapat pula dinikmati sebagai sebuah kesinambungan, semacam dwilogi. Berlatar hari-hari terakhir ramadan kedua Cerpen bertut...

KUTUKAN ADAT DARI TIGA CERITA

Tiga cerita pendek, Tambo Kuno dalam Lemari Tua dari Muhammad Harya Ramdhoni (dalam Kitab Hikayat Orang-orang yang Berjalan di Atas Air , Penerbit Koekoesan, 2012), Kode dari Langit dari Dian Balqis (dalam Maaf …Kupinjam Suamimu Semalam , Kiblat Managemen, 2012) dan Mengawini Ibu dari Khrisna Pabichara (dalam Gadis Pakarena , Penerbit Dolphin, 2012) mengemukakan suatu tema serupa: kutukan adat! Ketiga cerpen, dengan berbagai pengucapan khas masing-masing pengarang Ramdhoni yang memadukan hikayat dengan cerita pendek, Balqis dengan style sastra perkotaan, dan Pabichara dengan model penceritaan lazimnya cerpen-cerpen populer di koran-koran, serentak melakukan persekutuan diam-diam melakukan penilaian atas adat. Ketiga cerpen mengedepankan aktualitas adat dan pada saat bersamaan mengemukakan suatu ironi pada setiap usaha menentang dominasi adat. Begini ceritanya. Tambo Kuno Mencatat Barbarisme Sampul Buku Kitab Hikayat Tambo Kuno dalam Lemari Tua (disingkat Tambo) adala...

Novel Mada: Sebuah Kegalauan Pada Nama

Cover Novel Mada Novel Mada, Sebuah Nama Yang Terbalik (Abdullah Wong, Makkatana:2013) benar-benar novel yang istimewa. Pada novel ini pembaca tak akan menemui unsur-unsur yang biasanya terdapat pada novel konvensional seperti setting, alur, penokohan yang jelas, dan seterusnya. Di novel ini penulis juga akan menemui perpaduan unsur-unsur yang khas prosa dan pada saat bersamaan dimensi-dimensi yang khas dari puisi. Penulisnya tampak sedang melakukan eksperimen besar melakukan persenyawaan antara puisi dengan novel. Sebuah eksperimen tentu saja selalu mengundang rasa penasaran bagi kita tapi sekaligus membangkitkan rasa cemas bagi pembaca. Kecemasan itu terutama bermuara pada pertanyaan apakah eksperimen penulis Mada cukup berhasil? Apakah ada sesuatu yang lantas dikorbankan dari eksperimen tersebut?  Uraian berikut ini akan mencoba mengulasnya. Dalam kritik sastra mutakhir terdapat salah-satu jenis kritik sastra yang disebut penelaahan genetis ( genetic criticism ). Pen...