Langsung ke konten utama

Ada Steve Jobs dan Michael Eisner di balik Kisruh SOPA-PIPA?

SOPA (Stop Online Piracy Act) dan PIPA (Protect IP Act), rancangan UU  anti-pembajakan online di Amerika Serikat, pada derajat tertentu merupakan tanggapan atas perselisihan diam-diam antara dua raksasa di bidang bisnis Michael Eisner (Walt Disney Corp.)  di satu pihak dan Steve Jobs (Apple Inc.) di lain pihaknya. Eisner dan Jobs pernah berselisih paham soal, sebut saja,  Hak Kekayaan Intelektual Digital (digitals copyrights) sehingga menurut saya tepatlah berita di Kompas.com yang menyebutkan bahwa "pada akhirnya SOPA dan PIPA adalah perang tanding di arena legislasi antara pelobi dari kubu 'Hollywood' (dapat dipersonifikasikan melalui Eisner) melawan pelobi dari kubu 'Silicon Valley' (dipersonifikasikan oleh Jobs.
Baca selengkapnya

Pada suatu kesempatan kepada reporter Wall Street Journal sebagaimana dikutip Daniel Miller  Steve Jobs mengatakan  "If you legally acquire music, you need to have the right to manage it on all other devices that you own" terjemahan bebasnya kira-kira "Jika Anda memperoleh musik secara sah di mata hukum maka  Anda berhak mengelola musik tersebut pada semua perangkat digital yang Anda miliki."

Pengelolaan musik yang dimaksud Jobs mengacu pada apa yang dengan  gigih dikampanyekannya yaitu   “Rip. Mix. and Burn.”  Secara sederhana dapat dikatakan Rip, Mix, dan Burn, adalah sebuah siasat digital yang memungkinkan  seseorang dapat dengan mudah, misalnya, mengambil satu lagu dari beberapa lagu yang terdapat dalam satu CD album milik musisi tertentu dan memindahkannya dalam hard drive lalu didistribusikan secara online.

Tak hanya itu dengan Rip. Mix, dan Burn seseorang juga dapat memadukan bagian-bagian dari satu lagu tertentu dengan bagian lagu lainnya kemudian dapat dikreasikan menjadi satu format baru. Pola-pola penciptaan semacam ini membayangi ekspresi bermusik kelompok musik atau solo beraliran Hip-hop, sering disebut juga urban, di Amerika Serikat mutakhir.

Kampanye Rip. Mix., dan Burn di mata para pengkritik Jobs dianggap sebagai pintu masuk pada laku tercela pencurian musik. Kampanye tersebut  dengan kata lain mengancam hak kekayaan intelektual dan dapat berimbas pada matinya industri musik atau bisnis rekaman. Salah satu pengkritik kampanye di antaranya ialah  Michael Eisner. Ia menyebut Rip. Mix., dan Burn adalah sarana bagi terjadinya pembajakan kolosal di internet.

Dalam wawancara  yang dimuat di majalah Rolling Stones 2003 secara jenius Jobs menjawab kritik pedas yang dilayangkan Eisner. Di mata Jobs Eisner salah mengartikan kata rip. Eisner menurut Jobs memahami rip (dalam Rip. Mix., dan Burn.)  sebagai rip off.

Rip sendiri menurut menurut saya  dapat berarti menyobek, menjumput, atau mengambil sebagian data dari CD meletakannya dalam hard drive lalu menyebarluaskan data-data secara online. Dalam pemahaman Eisner, tentu menurut Jobs, rip berarti menyobek atau mengambil bagian tertentu dari CD, mendistribusikannya secara online, dan membiarkan data dalam CD tersebut menyisakan bekas yang terbuka sehingga merusak keseluruhan tatanan lagu/album. Keuntungan finansial akan direguk dari pihak yang memiliki otoritas dalam pengelolaan awal, dalam kasus ini misalnya iPhone Store milik Jobs.

Dalam konteks negeri sendiri polemik Eisner dan Jobs serupa dengan pro dan kontra peran RBT (Ring  Back Tone) dalam industri musik. Sebagian kalangan menganggap RBT potensial mengubur hidup-hidup industri musik dan kreatifitas bermusik pasalnya seorang musikus hanya akan mengkreasi semata single tidak album. Tapi sebagian lain mengatakan RBT adalah suatu sarana lain nan menggiurkan dalam industri musik.

SOPA dan PIPA adalah tanggapan pemerintah Amerika Serikat atas persoalan-persoalan di atas yang boleh jadi akan menjadi sangat mendasar di era sekarang dan beberapa tahun mendatang. Semula saya menduga SOPA dan PIPA semata persoalan uang tapi nyatanya SOPA dan PIPA adalah pertaruhan penting menyangkut kelangsungan kebebasan di jagat virtual dengan Amerika Serikat sebagai pusat kehebohannya yang mau menjadi polisi lalu lintas di dunia maya. 




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hamsad Rangkuti dan Dua Cerpennya

Hamsad Rangkuti adalah salah satu penulis cerita pendek terbaik dan otentik. Ia, satu dari sedikit cerpenis kita yang mau dan mampu merumuskan pertanggungjawaban kepengarangannya secara cerdas dan tangkas. Ia cuplik satu fragmen kecil tentang dan dari  kehidupan sehari-hari lalu menuangkannya dalam sebuah Cerpen yang mengesankan. Cerpennya relatif tak berurusan dengan perkara-perkara besar dalam peta besar pemikiran misal menyangkut ideologi besar, pertentangan adat, kesamaan hak, atau lainnya.  Tapi, kendati demikian di balik cerpen-cerpennya yang sederhana tersirat begitu banyak suara, membuka peluang aneka tafsir. "Malam Takbir" (1993), "Reuni" (1994) keduanya di dalam buku "Kurma, Kumpulan Cerpen Puasa-Lebaran Kompas" (Kompas:2002) adalah Cerita pendek yang unik. Secara teknik keduanya bisa dibaca sendiri-sendiri tapi dapat pula dinikmati sebagai sebuah kesinambungan, semacam dwilogi. Berlatar hari-hari terakhir ramadan kedua Cerpen bertut...

Kwatrin Ringin Contong; Visi Maksimal Di Balik Puisi Minimal

Pengantar Buku kumpulan puisi Kwatrin Ringin Contong (Penerbit Miring dan Ar-Ruzz Media, 2014, selanjutnya disingkat KRC) menandai kembalinya Binhad Nurrohmat meramaikan panggung perpusian tanah air. Lewat  buku kumpulan puisi terbarunya ini Nurrohmat tampak  berupaya mengingatkan kembali arti penting “epik” dalam artikulasi estetis khususnya puisi. Nurrohmat terlanjur lekat dengan model puisi yang membabar aneka kawasan di mana nyaris tak seorang penyair pun mau dan mampu secara jujur, terbuka, dan percaya diri  menyelaminya; sebuah kawasan yang kerap dicitrakan sebagai liar, vulgar, jorok, dan menjijikan.  Walhasil, kehadiran KRC menjadi momentum kelahiran kembali puisi-puisi dari Nurrohmat dalam bentuk yang baru. Tapi, benarkah demikian? Untuk menjawab ini perlu ditelusuri kedudukan KRC di antara karya-karya Nurrohmat lainnya. Dari Kuda Ranjang ke Ringin Contong Beberapa buku kumpulan puisi yang sukses menempatkan penyair kelahiran Lampung 1 Janua...

FILM OPERA 'TURANDOT'

Oleh: Rangga L. Utomo (Mahasiswa Pascasarjana STF Driyarkara) sumber gambar: amazon “Tanpa keutamaan, teror itu membinasakan; tanpa teror, keutamaan itu tak berdaya.” [Robespierre. Laporan kepada sidang dewan, 5 Februari 1794] Turandot adalah opera tiga babak karangan Giacomo Puccini, ditujukan pada libretto Italia Giussepe Adami dan Renato Simoni, didasarkan pada naskah drama karangan Carlo Gozzi. Pengerjaan opera ini tidak dirampungkan oleh Puccini yang keburu meninggal terkena kanker tenggorokan dan pengerjaan naskah tersebut diteruskan oleh Franco Alfano. Pergelaran perdananya ditampilkan di Teatro alla Scalla, Milan tanggal 25 April 1926, dikonduktori oleh Arturo Toscanini.  Selengkapnya