Citra serupa bahasa. Apa
yang kelihatan dan terbaca, selalu merupakan tentang apa yang dengan sengaja
dirahasiakan.
Ketika Anda
menampilkan/mencitrakan diri Anda di depan publik lewat foto atau video
tertentu dengan harapan orang lain akan mengenal, mengetahui, dan menilai
kehidupan Anda sesuai dengan apa yang tergambar terang di foto atau video
tersebut, sesungguhnya Anda sedang merahasiakan bagian-bagian gelap dari
kehidupan Anda.
Masalahnya apa?
Begini. Hidup di jagat
pencitraan adalah hidup dalam jejaring kepura-puraan. Kehidupan yang berpusat
pada "fantasmagoria." Menggantungkan apa yang disebut sebagai takdir
pada komoditas dalam pengertian yang sangat luas, dan atau sebaliknya,
menjangkarkan komoditas pada takdir.
Semakin bersemangat Anda
menikmati hidup dalam kepura-puraan, semakin dalam Anda masuk pada situasi
kejiwaan yang rawan, "pura-pura
hidup," yang dicirikan oleh adanya
konflik batin terus-menerus dalam diri Anda.
Anda kerepotan membedakan
fakta dari fantasi, keinginan dari kebutuhan, aksi heroik dari kekonyolan,
kejahatan dari kebaikan, dosa dari amal kebajikan. Stress, frustrasi, rajin
uring-uringan karena sesuatu yang tak jelas, dan lupa diri menjadi ujung dari
ketegangan-ketegangan yang tak terselesaikan tersebut.
Kepribadian Anda mulai
labil dan keropos persis seperti dialami sejoli bos First Travel, serta yang
sejenisnya termasuk para koruptor, pesohor yang gemar teler, serta getol pamer
kemewahan, dengan mengeksploitasi darah dagingnya sendiri yang masih amat
belia.
Saya yakin, seperti
mungkin juga Anda, sejoli bos travel paham apa yang dilakukannya adalah sebuah
perbuatan menentang hukum, melawan arus besar kebaikan bersama.
Tapi mau gimana lagi.
Duet maut ini sepertinya
pendukung garis keras semboyan "pencitraan sebagai panglima" seperti
tercermin dari parade kehidupan mewah dan glamor yang kerap diumbar keduanya di
media sosial.
Mereka menginginkan
kehidupan dalam angan-angan, memaksakan khayalan sesegera mungkin tercipta jadi
nyata.
Walhasil, mereka
terperangkap pada impian yang mereka ciptakan sendiri, mirip dengan cerita
mengerikan tentang seorang ilmuwan yang diburu oleh monster ciptaannya sendiri
dalam film Frankenstein.
Bos travel itu tak
menyadari telah tertipu habis-habisan. Angan-angan dan khayalan yang mereka
bayangkan, tak lain merupakan maha karya dari perusahaan-perusahaan besar
dengan kempampuan beriklan luar biasa,
memoles segala kebutuhan akan komoditas menjadi tampak alamiah, lumrah dan
mendesak untuk segera dibeli dan dimiliki.
Perusahaan-perusahaan itu
mampu menciptakan sebuah pertunjukkan dramatis dengan menghadirkan sebuah dunia
yang lain, dandanan lain, kebugaran lain, taman lain, pulau lain, teater serba lain yang
keseluruhannya kemudian terkristal menjadi impian.
Akhirnya, mulailah waspada
pada segenap impian Anda. Curigai lebih dulu aneka cita-cita yang Anda punya;
Bahkan termasuk ketika cita-cita itu menyangkut apa yang Anda kenal sebagai
cinta juga benci.
Citra serupa bahasa. Apa
yang kelihatan dan terbaca jelas, selalu merupakan tentang lukisan gelap yang
dengan sengaja dirahasiakan.
@KhudoriHusnan
Komentar
Posting Komentar