Langsung ke konten utama

Akhir cinta Dora dan Walter Benjamin

Dora & Walter Benjamin (courtesy:www.whokilledwalterbenjamin.com)


Sudah bukan rahasia lagi, setiap tokoh bepengaruh entah itu di bidang pemikiran, aktivisme sosial, bisnis pertunjukan, atau lainnya kehidupan di balik layar si tokoh kerap menyimpan kisah mengejutkan, seperti dialami oleh tokoh kita kali ini: Walter Benjamin.
Seperti diceritakan oleh salah seorang sahabat dekatnya yang bernama Gershom Scholem, pada April 1921 rumah tangga Benjamin dan sang istri Dora Pollack mencapai tahap paling gawat menjelang perpisahan mereka.
Sampai 1923 Benjamin dan Dora sebenarnya hidup bersama tapi, kebersamaan itu hanya demi anak semata wayang mereka yang bernama Stefan.
Rentang waktu sekitar dua tahun itu, status Dora dan Benjamin lebih sebagai teman dan mereka sepakat tidur terpisah. Pisah ranjang dalam arti yang harafiah barangkali.
Lantas, kenapa Dora sampai meninggalkan Walter Benjamin?
Sekali waktu Dora mengunjungi Gershom Scholem di Munich sambil menggandeng gebetannya yang bernama Ernst Schoen.
Omong-omong soal gebetan, sementara Dora sedang intim dengan Ernst Schoen, Benjamin lagi lengket-lebgketnya dengan Jula Cohn, saudari dari teman masa sekolah Benjamin bernama Alfred Cohn.
Jula Cohn adalah salah satu dari sekian banyak wanita yang terpikat pesona Benjamin. Uniknya, dari semua wanita yang memiliki hubungan istimewa dengan Benjamin, semuanya kompak mengatakan kesemsem karena kecerdasan dan tutur kata Benjamin.
Wanita-wanita itu tak meminati sama sekali paras atau fisik Benjamin. Mereka kepincut karena intelektualitasnya. "Walter was, so to speak, incorporeal;" Begitu kira-kira suara batin para wanita cantik di sekitar Benjamin.
Sekali waktu, kepada Scholem, Dora pun curhat masalah pribadi, topik yang belum pernah sekalipun ia bicarakan dengan Scholem.
Curhatan itu sekaligus mengungkap alasan di balik keputusan Dora melepas Benjamin, tokoh yang kelak dikenang sebagai filosof dan kritikus terkemuka di Eropa dan memengaruhi refleksi filosofis tokoh sekelas Giorgio Agamben dan Jacques Derrida. Benjamin juga sangat berperan dalam karir akademis teman saya yang bernama Berto Tukan yang menulis skripsi dan tesis tentang Benjamin.
Benjamin itu, kata Dora, menderita "obsessive-compulsive neuoris". Mendengar penjelasan Dora, Scholem terkejut tapi ia berusaha untuk tetap tenang, sambil diam-diam mengamati Dora yang begitu menggebu-gebu menceritakan Benjamin. Sempat terbersit di benak Scholem, Dora sebetulnya masih sangat menyayangi Benjamin.
Dan, Dora kembali melanjutkan curhatannya tentang sang suami.
Hammm... kau tahu Scholem, ucap Dora dengan suara lirih, kecerdasan Walter Benjamin telah menghalangi libidonya...
Begitulah kata-kata Dora menutup curahan hatinya pada Gershom Scolem seperti terrekam di buku Scholem, Walter Benjamin, The Story of Friendship halaman 93 s.d 95 yang terbit di tahun yang sama dengan tahun kelahiran saya.
Wassalam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hamsad Rangkuti dan Dua Cerpennya

Hamsad Rangkuti adalah salah satu penulis cerita pendek terbaik dan otentik. Ia, satu dari sedikit cerpenis kita yang mau dan mampu merumuskan pertanggungjawaban kepengarangannya secara cerdas dan tangkas. Ia cuplik satu fragmen kecil tentang dan dari  kehidupan sehari-hari lalu menuangkannya dalam sebuah Cerpen yang mengesankan. Cerpennya relatif tak berurusan dengan perkara-perkara besar dalam peta besar pemikiran misal menyangkut ideologi besar, pertentangan adat, kesamaan hak, atau lainnya.  Tapi, kendati demikian di balik cerpen-cerpennya yang sederhana tersirat begitu banyak suara, membuka peluang aneka tafsir. "Malam Takbir" (1993), "Reuni" (1994) keduanya di dalam buku "Kurma, Kumpulan Cerpen Puasa-Lebaran Kompas" (Kompas:2002) adalah Cerita pendek yang unik. Secara teknik keduanya bisa dibaca sendiri-sendiri tapi dapat pula dinikmati sebagai sebuah kesinambungan, semacam dwilogi. Berlatar hari-hari terakhir ramadan kedua Cerpen bertut...

KUTUKAN ADAT DARI TIGA CERITA

Tiga cerita pendek, Tambo Kuno dalam Lemari Tua dari Muhammad Harya Ramdhoni (dalam Kitab Hikayat Orang-orang yang Berjalan di Atas Air , Penerbit Koekoesan, 2012), Kode dari Langit dari Dian Balqis (dalam Maaf …Kupinjam Suamimu Semalam , Kiblat Managemen, 2012) dan Mengawini Ibu dari Khrisna Pabichara (dalam Gadis Pakarena , Penerbit Dolphin, 2012) mengemukakan suatu tema serupa: kutukan adat! Ketiga cerpen, dengan berbagai pengucapan khas masing-masing pengarang Ramdhoni yang memadukan hikayat dengan cerita pendek, Balqis dengan style sastra perkotaan, dan Pabichara dengan model penceritaan lazimnya cerpen-cerpen populer di koran-koran, serentak melakukan persekutuan diam-diam melakukan penilaian atas adat. Ketiga cerpen mengedepankan aktualitas adat dan pada saat bersamaan mengemukakan suatu ironi pada setiap usaha menentang dominasi adat. Begini ceritanya. Tambo Kuno Mencatat Barbarisme Sampul Buku Kitab Hikayat Tambo Kuno dalam Lemari Tua (disingkat Tambo) adala...

Novel Mada: Sebuah Kegalauan Pada Nama

Cover Novel Mada Novel Mada, Sebuah Nama Yang Terbalik (Abdullah Wong, Makkatana:2013) benar-benar novel yang istimewa. Pada novel ini pembaca tak akan menemui unsur-unsur yang biasanya terdapat pada novel konvensional seperti setting, alur, penokohan yang jelas, dan seterusnya. Di novel ini penulis juga akan menemui perpaduan unsur-unsur yang khas prosa dan pada saat bersamaan dimensi-dimensi yang khas dari puisi. Penulisnya tampak sedang melakukan eksperimen besar melakukan persenyawaan antara puisi dengan novel. Sebuah eksperimen tentu saja selalu mengundang rasa penasaran bagi kita tapi sekaligus membangkitkan rasa cemas bagi pembaca. Kecemasan itu terutama bermuara pada pertanyaan apakah eksperimen penulis Mada cukup berhasil? Apakah ada sesuatu yang lantas dikorbankan dari eksperimen tersebut?  Uraian berikut ini akan mencoba mengulasnya. Dalam kritik sastra mutakhir terdapat salah-satu jenis kritik sastra yang disebut penelaahan genetis ( genetic criticism ). Pen...