Langsung ke konten utama

Wanita atau Harimau?



Frank R. Stockton, seorang penulis Amerika, punya cerita menarik yang  judulnya "Lady or the Tiger." Begini ringkasannya:

Pada jaman dahulu, hiduplah seorang raja yang lumayan kejam. Selain agak kejam sang raja terkenal kreatif dan inovatif.

Raja punya seorang putri  cantik yang jatuh cinta pada ksatria tampan. Sialnya, hubungan putri dan si ksatria  tak direstui raja.

Episod pacaran diam-diam putri dan ksatria terhenti saat raja akhirnya tahu hubungan mereka. Raja murka sudah biasa dalam dongengan. Yang tak biasa adalah cara raja mengadili  si ksatria.

Di hari pengadilan. Dua buah pintu kembar ukuran besar disiapkan. Di balik pintu pertama, raja menempatkan harimau buas dan di balik pintu kedua, raja menaruh wanita yang kecantikannya setara dengan kecantikan tuan putri--kalau di sini mungkin mirip Pevita Pearce.

Wanita di balik salah satu pintu, ternyata fans berat si ksatria dan sering membuat hati si putri meleleh terbakar api cemburu.

Jika si ksatria memilih pintu yang di baliknya adalah wanita, raja memerintahkan ksatria untuk menikahinya. Sebaliknya, jika si ksatria memilih pintu yang di baliknya adalah harimau, tamatlah riwayatnya.

Satu hal yang melegakan si ksatria adalah dia tahu si putri yang sangat mencintainya itu mengetahui rahasia pintu-pintu.

Putri  paham betul  pintu mana di baliknya berisi harimau, pintu mana ada si wanitanya. Ksatria hanya perlu membaca isyarat dari si putri kepadanya.

Masalahnya, apakah tuan putri yang wataknya mirip ayahnya itu  rela menyerahkan si ksatria  jatuh ke pelukan wanita lain? Apa tidak sebaiknya si ksatria mati saja dimakan harimau hingga tak seorangpun bisa memiliki ksatria tamvan?

Ksatria mulai melangkahkan kaki dengan hati-hati. Matanya menatap tajam ke arah si putri. 

Apakah yang akhirnya didapat ksatria? Wanita cantik atau harimau? Stockton menghentikan ceritanya di sini. Dia menbiarkan pembaca menebak-nebak apa yang didapat ksatria.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hamsad Rangkuti dan Dua Cerpennya

Hamsad Rangkuti adalah salah satu penulis cerita pendek terbaik dan otentik. Ia, satu dari sedikit cerpenis kita yang mau dan mampu merumuskan pertanggungjawaban kepengarangannya secara cerdas dan tangkas. Ia cuplik satu fragmen kecil tentang dan dari  kehidupan sehari-hari lalu menuangkannya dalam sebuah Cerpen yang mengesankan. Cerpennya relatif tak berurusan dengan perkara-perkara besar dalam peta besar pemikiran misal menyangkut ideologi besar, pertentangan adat, kesamaan hak, atau lainnya.  Tapi, kendati demikian di balik cerpen-cerpennya yang sederhana tersirat begitu banyak suara, membuka peluang aneka tafsir. "Malam Takbir" (1993), "Reuni" (1994) keduanya di dalam buku "Kurma, Kumpulan Cerpen Puasa-Lebaran Kompas" (Kompas:2002) adalah Cerita pendek yang unik. Secara teknik keduanya bisa dibaca sendiri-sendiri tapi dapat pula dinikmati sebagai sebuah kesinambungan, semacam dwilogi. Berlatar hari-hari terakhir ramadan kedua Cerpen bertut...

KUTUKAN ADAT DARI TIGA CERITA

Tiga cerita pendek, Tambo Kuno dalam Lemari Tua dari Muhammad Harya Ramdhoni (dalam Kitab Hikayat Orang-orang yang Berjalan di Atas Air , Penerbit Koekoesan, 2012), Kode dari Langit dari Dian Balqis (dalam Maaf …Kupinjam Suamimu Semalam , Kiblat Managemen, 2012) dan Mengawini Ibu dari Khrisna Pabichara (dalam Gadis Pakarena , Penerbit Dolphin, 2012) mengemukakan suatu tema serupa: kutukan adat! Ketiga cerpen, dengan berbagai pengucapan khas masing-masing pengarang Ramdhoni yang memadukan hikayat dengan cerita pendek, Balqis dengan style sastra perkotaan, dan Pabichara dengan model penceritaan lazimnya cerpen-cerpen populer di koran-koran, serentak melakukan persekutuan diam-diam melakukan penilaian atas adat. Ketiga cerpen mengedepankan aktualitas adat dan pada saat bersamaan mengemukakan suatu ironi pada setiap usaha menentang dominasi adat. Begini ceritanya. Tambo Kuno Mencatat Barbarisme Sampul Buku Kitab Hikayat Tambo Kuno dalam Lemari Tua (disingkat Tambo) adala...

Novel Mada: Sebuah Kegalauan Pada Nama

Cover Novel Mada Novel Mada, Sebuah Nama Yang Terbalik (Abdullah Wong, Makkatana:2013) benar-benar novel yang istimewa. Pada novel ini pembaca tak akan menemui unsur-unsur yang biasanya terdapat pada novel konvensional seperti setting, alur, penokohan yang jelas, dan seterusnya. Di novel ini penulis juga akan menemui perpaduan unsur-unsur yang khas prosa dan pada saat bersamaan dimensi-dimensi yang khas dari puisi. Penulisnya tampak sedang melakukan eksperimen besar melakukan persenyawaan antara puisi dengan novel. Sebuah eksperimen tentu saja selalu mengundang rasa penasaran bagi kita tapi sekaligus membangkitkan rasa cemas bagi pembaca. Kecemasan itu terutama bermuara pada pertanyaan apakah eksperimen penulis Mada cukup berhasil? Apakah ada sesuatu yang lantas dikorbankan dari eksperimen tersebut?  Uraian berikut ini akan mencoba mengulasnya. Dalam kritik sastra mutakhir terdapat salah-satu jenis kritik sastra yang disebut penelaahan genetis ( genetic criticism ). Pen...