Langsung ke konten utama

Pak Guru Germaine

Albert Camus (courtesy:www.wikipedia,com)


Nama lengkapnya Louis Germaine. Dia adalah guru di salah satu Sekolah Dasar Negeri di Prancis, saksi mata bagi zaman yang penuh kemalangan serta kengerian akibat Perang Dunia Pertama.
Salah satu murid pak guru Germaine bernama Al, seorang bocah yatim, tak terurus, dan dari keluarga melarat. Bapak Al meninggal dunia di medan perang saat Al belum berusia satu tahun. Al dan saudaranya yang lain hidup bersama nenek dan ibunya yang buta huruf dan hampir tuli.
Tak seperti orang lain yang memandang sinis pada Al, pak guru Germaine melihat potensi besar dalam diri Al dan tak lama Al pun belajar di sekolah di mana pak Germaine sebagai salah seorang pengajarnya.
Tiga puluh tahun kemudian.
Al bekerja sebagai wartawan dengan minat besar pada sastra juga drama. Naskah drama dan novel-novelnya diakui para pecinta sastra di seluruh dunia sebagai salah satu yang terbaik. Al punya ikatan batin dengan pecinta sastra Indonesia saat satu novelnya, diterjemahkan ke Bahasa Indonesia dengan sangat indah oleh salah seorang sastrawati terkemuka kita pada tahun 1985.
Momen paling bersejarah bagi Al terjadi di 1957 tepatnya ketika ia mendapat penghargaan paling bergengsi di dunia, Nobel sastra. Panitia Nobel menganggap karya-karya Al berhasil "menerangi persoalan-persoalan hati nurani manusia."
Sesaat setelah menerima Nobel, ketika keadaan sudah tenang pasca kehebohan yang timbul karena penghargaan yang diberikan kepadanya itu, Al menulis sepucuk surat untuk pak guru Germaine. Berikut adalah terjemahan bebasnya;
Yang terhormat Germaine

Saya biarkan keriuhan yang terjadi di sekitar saya mereda, sebelum saya memberanikan diri berbicara pada Anda dari lubuk hati yang terdalam. Saya baru saja mendapatkan kehormatan luar biasa, yang tidak saya pinta maupun cari. Kendati demikian, saat saya mendengar kabar tersebut, yang muncul di benak saya pertama kali setelah ibu saya, adalah Anda. Tanpa belaian tangan Anda pada anak kecil yang miskin itu, tanpa pengajaran dan contoh yang telah Anda berikan, ini semua tidak akan pernah terjadi. Saya tidak akan bisa mencapai kehormatan ini. Tapi, setidaknya, hal ini memberikan saya kesempatan untuk mengatakan pada Anda apa yang telah Anda lakukan dan masih terus dilakukan untuk saya, serta untuk meyakinkan Anda bahwa semua daya upaya, kerja keras, dan kebesaran hati yang telah Anda tinggalkan dalam diri salah seorang murid sekolah yang, meski telah bertahun-tahun terlewati, tidak pernah berhenti menjadi muridmu yang selalu bersyukur. Saya memelukmu dengan sepenuh hati.
Albert Camus.
Selain sebagai sastrawan Albert Camus dikenal juga sebagai seorang filosof. Sayang, usianya tidak panjang. Ia meninggal dunia pada usia 46 tahun akibat kecelakaan lalu lintas tahun 1960. Kisah yang merekam hubungan guru dan murid di atas, berasal dari berbagai ulasan atas novel otobiografis yang belum sempat diselesaikan oleh Albert Camus semasa hidupnya berjudul "First Man," dan baru diterbitkan pada tahun 1995.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hamsad Rangkuti dan Dua Cerpennya

Hamsad Rangkuti adalah salah satu penulis cerita pendek terbaik dan otentik. Ia, satu dari sedikit cerpenis kita yang mau dan mampu merumuskan pertanggungjawaban kepengarangannya secara cerdas dan tangkas. Ia cuplik satu fragmen kecil tentang dan dari  kehidupan sehari-hari lalu menuangkannya dalam sebuah Cerpen yang mengesankan. Cerpennya relatif tak berurusan dengan perkara-perkara besar dalam peta besar pemikiran misal menyangkut ideologi besar, pertentangan adat, kesamaan hak, atau lainnya.  Tapi, kendati demikian di balik cerpen-cerpennya yang sederhana tersirat begitu banyak suara, membuka peluang aneka tafsir. "Malam Takbir" (1993), "Reuni" (1994) keduanya di dalam buku "Kurma, Kumpulan Cerpen Puasa-Lebaran Kompas" (Kompas:2002) adalah Cerita pendek yang unik. Secara teknik keduanya bisa dibaca sendiri-sendiri tapi dapat pula dinikmati sebagai sebuah kesinambungan, semacam dwilogi. Berlatar hari-hari terakhir ramadan kedua Cerpen bertut...

Kwatrin Ringin Contong; Visi Maksimal Di Balik Puisi Minimal

Pengantar Buku kumpulan puisi Kwatrin Ringin Contong (Penerbit Miring dan Ar-Ruzz Media, 2014, selanjutnya disingkat KRC) menandai kembalinya Binhad Nurrohmat meramaikan panggung perpusian tanah air. Lewat  buku kumpulan puisi terbarunya ini Nurrohmat tampak  berupaya mengingatkan kembali arti penting “epik” dalam artikulasi estetis khususnya puisi. Nurrohmat terlanjur lekat dengan model puisi yang membabar aneka kawasan di mana nyaris tak seorang penyair pun mau dan mampu secara jujur, terbuka, dan percaya diri  menyelaminya; sebuah kawasan yang kerap dicitrakan sebagai liar, vulgar, jorok, dan menjijikan.  Walhasil, kehadiran KRC menjadi momentum kelahiran kembali puisi-puisi dari Nurrohmat dalam bentuk yang baru. Tapi, benarkah demikian? Untuk menjawab ini perlu ditelusuri kedudukan KRC di antara karya-karya Nurrohmat lainnya. Dari Kuda Ranjang ke Ringin Contong Beberapa buku kumpulan puisi yang sukses menempatkan penyair kelahiran Lampung 1 Janua...

FILM OPERA 'TURANDOT'

Oleh: Rangga L. Utomo (Mahasiswa Pascasarjana STF Driyarkara) sumber gambar: amazon “Tanpa keutamaan, teror itu membinasakan; tanpa teror, keutamaan itu tak berdaya.” [Robespierre. Laporan kepada sidang dewan, 5 Februari 1794] Turandot adalah opera tiga babak karangan Giacomo Puccini, ditujukan pada libretto Italia Giussepe Adami dan Renato Simoni, didasarkan pada naskah drama karangan Carlo Gozzi. Pengerjaan opera ini tidak dirampungkan oleh Puccini yang keburu meninggal terkena kanker tenggorokan dan pengerjaan naskah tersebut diteruskan oleh Franco Alfano. Pergelaran perdananya ditampilkan di Teatro alla Scalla, Milan tanggal 25 April 1926, dikonduktori oleh Arturo Toscanini.  Selengkapnya