Diusianya
yang makin tua, dunia tak henti diguncang sengketa; Rivalitas Korea Utara
dengan Korea Selatan masih memanas, meski untuk sementara waktu menjadi
hangat-hangat HP kelamaan dipake nelpon berjam-jam, seiring tekad keduanya
menyukseskan Olimpiade Musim Dingin 2018 di Korea Selatan;
beberapa
negara di Timur Tengah masih berlumur darah; parade wajah pengungsi di kolong
langit Myanmar masih nelangsa; puluhan bocah Asmat, Papua bergelimpangan
meninggal dunia karena wabah; persekusi dan saling curiga meluber hingga tingat
RT dan RW di sekitar rumah saya, haters meluapkan kebencian tanpa alamat yang
jelas;
Perdamaian
sekadar menjadi sebaris kata antik yang teronggok lesu di Kamus Besar Bahasa
Indonesia. "So much trouble in the world" begitu kata legenda musik
reggae Bob Marley, bahkan John Lennon jauh-jauh hari berteriak "give peace
a chance!"
Dalam
situasi seperti itu, mungkinkah perdamaian tercipta di muka bumi? Bila mungkin,
bagaimana caranya? Ini pertanyaan tak biasa, kita perlu jawaban luar biasa.
Kant!
lagi-lagi kita seru namanya. Pokok soalnya dia pada 1795 pernah menulis sebuah
risalah legendaris berjudul "Perpetual Peace" (Perdamaian
Abadi--sudah diterjemahkan deh kalo ga salah dan dibedah di Goethe Institute
Jakarta beberapa tahun silam).
Hebat
sungguh bapak yang seumur hidupnya membujang di akhir abad ke-18 ini, semua
masalah dibicarakan, bahkan saat kalian baru mulai memikirkan suatu masalah,
Kant sudah mampu mendiagnosanya dan tahu bagaimana jalan keluarnya, dari A
sampai Z dari Alif sampai Ya. Doi mirip seorang pembaca kartu tarot yang
brilian, di zamannya tentu saja.
Tapi,
sebelum itu kita tengok sepotong lirik lagu dari Bob Marley dari lagu "So
Much Trouble in the World;" dengan aksen Jamaika yang pekat ia berdendang
//You see men sailing on their ego trip// (Kau lihat orang-orang berlayar
mengarungi ego mereka).
Lewat
sebaris kalimat ini Bob Marley kelihatannya ingin menyatakan untuk membereskan
dunia, bereskanlah dulu orang-orangnya, ego masing-masing orang. Yoo maaan!
Jauh
sebelum itu, Kant mengemukakan pendapat, yang kira-kira bunyinya,
prinsip-prinsip moral yang menata hubungan antar individu juga akan dapat
mengatur hubungan antar negara di seluruh penjuru dunia.
Kant
tidak seperti kalian yang sedikit-sedikit agama, sedikit-sedikit utopia alias
memburu suatu masyarakat ideal yang diidam-idamkan untuk disegerakan hadir kini
dan di sini.
Kant,
berjarak dengan dua pendekatan itu. Ia memalingkan wajah ke moralitas karena
sadar kedua pendekatan menuju perdamaian abadi itu, sekadar manis di bibir tapi
tragis saat di terapkan di level sangat praktis--seperti perang atas nama agama
dan duel perebutan pengaruh ideologi-ideologi politik besar yang pernah terjadi
di dunia dan seringkali memakan korban hingga jutaan nyawa manusia.
Kant
tidak sepesimis Pink Floyd yang dalam lagu Wish You Where Here bertutur
"so, so you think you can tell// heven from hell// blue skies from pain//
Sebagai
tokoh penting Pencerahan Kant optimistis. Bagi Kant Kesempurnaan dalam
kedamaian itu memang sulit diraih di sebuah dunia yang rentan disusupi gonjang-ganjing.
Tapi, yang utama adalah upaya mewujdukan sebuah tata dunia yang damai, gemah
ripah loh jinawi, jangan kendor, apalagi terhenti. Terus perjuangkan!
Moralitas,
yang dalam Kant tidak berdasar pada kitabullah, dianggap penting karena ia
bertalian dengan apa yang kita kenal dengan kemajuan di bidang sosial dan
politik. Saat bersamaan moralitas juga berkait-kelindan dengan aturan-aturan
yang memandu sepak terjang masing-masing orang di keseharian.
Akhirnya,
Kant hidup jauh sebelum Bob Marley dan juga John Lennon, apalagi saya. Dan
sepanjang rentang waktu itu, pertikaian dan huru-hara terus mewarnai dunia,
termasuk di mari.
Baiklah.
Tulisan ini saya tutup dengan lirik manis tapi menukik ke jantung persoalan
tulisan, "banyak yang cinta damai, tapi perang makin ramai." By
Nasida Ria.
Komentar
Posting Komentar