Beberapa waktu lalu viral
video singkat yang menampilkan perabotan-perabotan jadul meliputi
pinsil, kaset pita, tape recorder, setrika bertenaga arang, model-model jajanan
dan permainan kanak-kanak di masa lalu, hingga lagu-lagu dan tayangan-tayangan
televisi yang pernah hits di jamannya.
Meski secara pengeditan
terkesan asal-asalan, video pendek ini cukup
menarik perhatian begitu banyak orang. Di sadari atau tidak, model-model kreasi
macam ini, hampir pasti mengandaikan riset kecil-kecilan.
Kerja artistik berbasis
riset diprediksi menjadi tren kini dan
nanti setidaknya seperti dimaklumatkan Jeffrey T. Schnapp dan Michael Shanks (2009)
lewat neologisme baru dari mereka “artereality.”
"Artereality"
atau realitas arteri adalah tanggapan
kreatif bidang kesenian terhadap situasi mendua yang dihadapi kreasi artistik
kekinian;
Di satu pihak, pasar
meminta dilakukan demistifikasi model produksi, di mana seniman diharapkan memroduksi sesuatu secara otomatis, tanpa
perlu lama-lama mikir demi kesinambungan produk di pasaran. Pada saat yang sama, seniman juga harus terlibat penuh dalam
bisnis dunia seni berikut pemasarannya;
Di lain pihak, seniman
harus tetap berada di jalur tradisi khas kaum romantik, yakni sebagai
pribadi-pribadi yang berteman sepi di tengah keramaian, sembari terus memberi tanggapan
kreatif terhadap situasi sosial dalam
arti yang luas.
Jeffrey T. Schnapp dan
Michael Shanks (S&S) merancang “artereality”
sebagai prinsip pemandu dalam ikhtiar memikirkan dan menempatkan kembali
pendidikan seni menjadi lebih dekat dengan pusat pengetahuan ekonomi mutakhir.
“Artereality” beranggapan
bahwa otonomi seni yang diagung-agungkan di masa lalu membentur jalan buntu saat dihadapkan pada fakta penyebaran luar
biasa bentuk-bentuk dan kemerdekaan kreasi artistik masa kini yang didukung
kemajuan teknologi informasi.
Idom-idiom seperti kreasi, inovasi, dan kepengarangan
mendapat seting sosial baru yaitu selalu
berkaitan dengan sesuatu yang selalu dapat dipertukarkan secara bebas
dalam skala global berikut semboyannya “all
creation is re-creation; every revolutions marks a new return.”
Apa yang muncul sebagai
ekspresi seni belakangan ini adalah meriahnya pelbagai praktek kreatif yang
menjembatani jurang antara berpikir dan bertindak, antara penggalian terhadap
masa silam dan kreasi masa kini.
Pemikiran filosof Yunani klasik Aristoteles ihwal "phronesis"
yaitu pengetahuan yang terintegrasi dengan penalaran praktis mendapat
momentumnya saat ini. Pendidikan seni tak lain merupakan praktek phronetikal dalam bingkai kerja produksi humanistik yang diterjemahkan secara
digital.
“Poesis,” dari mana kata “poetic” bermuasal, menjadi
batu penjuru bagi penciptaan dan penciptaan kembali dalam kaitannya dengan
berbagai sumber dan tingkatan-tingkatan informasional yang tergabung di ranah
digital.
Bersambung
Komentar
Posting Komentar