Langsung ke konten utama

Pria-pria di Sekitar Lou Andreas-Salomé

Lou Andreas-Salome (credit image www.brainpickings.com)


Di balik kecemerlangan pemikiran Barat kontemporer, selalu terselip kisah-kisah yang bikin hati deg-degan, sebut saja cerita tentang cinta terlarang Martin Heidegger dan Hannah Arendt atau kisah Lou Andreas-Salomé dengan petualangan asmaranya berikut ini.
Kecantikan dan kecerdasan Lou Andreas-Salomé sukses memikat tokoh-tokoh berpengaruh di Eropa akhir abad ke-19. Siapa saja mereka? Nanti pembaca akan tahu.
Lou ini tipikal wanita yang punya daya tarik luar biasa tapi tidak mudah ditaklukan. Hidup Lou nyaris selalu diisi narasi penolakan demi penolakan pernyataan cinta dan ajakan menikah pria-pria cerdas di masanya.
Lou yang elok dan atraktif dengan wawasan dan pergaulannya yang luas pernah ditampilkan lewat sebuah film berjudul "When Nietzsche Wept (2007)". Lou diperankan oleh aktris cantik Katheryn Winnick. Tidak terlalu bagus tapi lumayanlah.
Pengembaraan asmara Lou seperti dirangkum di www.faena.com diawali saat dia berusia tujuh belas tahun ketika Lou belajar teologi dan sastra di bawah arahan Henrik Gillot.
Cinta bersemi dalam diri Gillot karena intensifnya pertemuan mereka. Kala itu Lou menolak cinta dan ajakan menikah Gillot; mungkin karena Gillot diketahui telah beristri dan memiliki seorang putra.
Pada 1880 Lou melancong ke Zurich melanjutkan studi. Minatnya pada teologi membawa Lou belajar Teologi Dogmatik dan Sejarah Agama di Universitas Zurich.
Dua tahun berikutnya Lou bertolak ke Roma, tempat di mana Lou menjalin cinta dengan Paul Rée. Pada saat bersamaan filosof Friedrich Nietzsche juga terus-menerus melakukan PDKT.
Lou adalah orang pertama yang menerbitkan kajian-kajian tentang Nietzsche, enam tahun sebelum sang filosof yang terkenal dengan karya monumental Thus Spoke Zarathustra itu meninggal.
Di balik terbitnya Thus Spoke Zarathustra juga tersimpan cerita yang masih terkait dengan Lou. Beberapa pakar Nietszche percaya, pemikir yang pernah sesumbar dirinya bukanlah manusia, tapi sebuah dinamit ini, menulis Thus Spoke Zarathustra salah satunya karena Nietzsche kecewa berat, Lou menolak ajakannya untuk menikah.
Kegemaran Lou traveling sambil belajar terus berlanjut hingga 1887. Dimasa-masa itu Lou bertemu dengan pria yang kelak menjadi suaminya, Carl Friedrich Andreas.
Pernikahan Lou dan Andreas terbilang ngeri-ngeri sedap. Konon, alasan di balik keputusan Lou mau menikah dengan Andreas lantaran Andreas mengancam akan bunuh diri seandainya Lou tak mau menikah dengannya. Sepanjang pernikahan mereka, Lou dan Andreas tinggal terpisah. Andreas meninggal dunia pada 1930.
Pada tahun 1897 Lou berkenalan dengan penyair Rainer Maria Rilke, yang usianya lima belas tahun lebih muda dari Lou. Perjumpaan terjadi saat status Lou masih sebagai istri Andreas.
Rilke nekad menyatakan cinta pada Lou dan jawaban Lou, seperti sudah bisa diterka sebelumnya, menolak Rilke. Tapi Rilke ini keras kepala. Maklum penyair. Meski sudah ditolak mentah-mentah ia terus saja mendesak Lou mau menerima cintanya. Lou pun pasrah dan akhirnya mereka jadian.
Pacar Lou yang sah, Paul Rée bunuh diri pada 1902. Entah apa sebabnya yang pasti meninggalnya Rée cukup membuat jiwa Lou terguncang.
Lou mencoba melalui tahapan genting dalam kehidupannya itu dengan berkonsultasi pada seorang dokter bernama Friedrich Pineles. Dengan dokter ini Lou terlibat hubungan asmara.
Pada 1911 Lou terpesona pada psikoanalisa yang sedang ngetrend saat itu. Lou menjadi satu-satunya wanita yang diterima di lingkungan elit, Vienna Psychoanalytic Circle. Sigmund Freud adalah pria berikutnya yang menjalin persahabat berlandaskan rasa hormat dan cinta yang mendalam pada Lou.
Lou Andreas-Salomé meninggal dunia pada 1937 diusia 76 tahun, karena gagal ginjal. Ia mewariskan pemikiran yang menggabungkan psikoanalisis Freudian dengan filsafat Nietzsche. Kajian-kajian yang dilakukan Lou Andreas-Salomé utamanya didasarkan pada narsisme dan seksualitas wanita.
Tak diragukan lagi, Lou Andreas-Salomé adalah wanita yang menjalani hidupnya secara amat bebas, melampaui ukuran kebebasan saat itu. Dia menjadi ikon untuk wanita dengan pergaulan bebas abad ke-20.
Entah bagaimana nasib Lou Andreas-Salomé jika ia hidup kini dan di sini; barangkali ia akan didoakan banyak orang untuk segera mendapat hidayah.
Sekian.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hamsad Rangkuti dan Dua Cerpennya

Hamsad Rangkuti adalah salah satu penulis cerita pendek terbaik dan otentik. Ia, satu dari sedikit cerpenis kita yang mau dan mampu merumuskan pertanggungjawaban kepengarangannya secara cerdas dan tangkas. Ia cuplik satu fragmen kecil tentang dan dari  kehidupan sehari-hari lalu menuangkannya dalam sebuah Cerpen yang mengesankan. Cerpennya relatif tak berurusan dengan perkara-perkara besar dalam peta besar pemikiran misal menyangkut ideologi besar, pertentangan adat, kesamaan hak, atau lainnya.  Tapi, kendati demikian di balik cerpen-cerpennya yang sederhana tersirat begitu banyak suara, membuka peluang aneka tafsir. "Malam Takbir" (1993), "Reuni" (1994) keduanya di dalam buku "Kurma, Kumpulan Cerpen Puasa-Lebaran Kompas" (Kompas:2002) adalah Cerita pendek yang unik. Secara teknik keduanya bisa dibaca sendiri-sendiri tapi dapat pula dinikmati sebagai sebuah kesinambungan, semacam dwilogi. Berlatar hari-hari terakhir ramadan kedua Cerpen bertut...

Kwatrin Ringin Contong; Visi Maksimal Di Balik Puisi Minimal

Pengantar Buku kumpulan puisi Kwatrin Ringin Contong (Penerbit Miring dan Ar-Ruzz Media, 2014, selanjutnya disingkat KRC) menandai kembalinya Binhad Nurrohmat meramaikan panggung perpusian tanah air. Lewat  buku kumpulan puisi terbarunya ini Nurrohmat tampak  berupaya mengingatkan kembali arti penting “epik” dalam artikulasi estetis khususnya puisi. Nurrohmat terlanjur lekat dengan model puisi yang membabar aneka kawasan di mana nyaris tak seorang penyair pun mau dan mampu secara jujur, terbuka, dan percaya diri  menyelaminya; sebuah kawasan yang kerap dicitrakan sebagai liar, vulgar, jorok, dan menjijikan.  Walhasil, kehadiran KRC menjadi momentum kelahiran kembali puisi-puisi dari Nurrohmat dalam bentuk yang baru. Tapi, benarkah demikian? Untuk menjawab ini perlu ditelusuri kedudukan KRC di antara karya-karya Nurrohmat lainnya. Dari Kuda Ranjang ke Ringin Contong Beberapa buku kumpulan puisi yang sukses menempatkan penyair kelahiran Lampung 1 Janua...

FILM OPERA 'TURANDOT'

Oleh: Rangga L. Utomo (Mahasiswa Pascasarjana STF Driyarkara) sumber gambar: amazon “Tanpa keutamaan, teror itu membinasakan; tanpa teror, keutamaan itu tak berdaya.” [Robespierre. Laporan kepada sidang dewan, 5 Februari 1794] Turandot adalah opera tiga babak karangan Giacomo Puccini, ditujukan pada libretto Italia Giussepe Adami dan Renato Simoni, didasarkan pada naskah drama karangan Carlo Gozzi. Pengerjaan opera ini tidak dirampungkan oleh Puccini yang keburu meninggal terkena kanker tenggorokan dan pengerjaan naskah tersebut diteruskan oleh Franco Alfano. Pergelaran perdananya ditampilkan di Teatro alla Scalla, Milan tanggal 25 April 1926, dikonduktori oleh Arturo Toscanini.  Selengkapnya