(courtesy www.duokreasistroe.wordpress.com) |
Di beberapa episode film kartun Upin dan Ipin, duo
kembar bintang utamanya berperan sebagai detektif.
Dengan lagak dan gayanya, Upin dan Ipin melakukan
serangkaian penyelidikan untuk memecahkan teka-teki siapa pencuri buku Perpus
sekolah Tadika Mesra, di mana keberadaan Rambo, ayam jago tua milik Tuk Dalang,
mencari koin antik milik Tuk Dalang yang raib, dan seterusnya.
Seperti cerita detektif legendaris Sherlock Holmes
atau kolega Upin Ipin, detektif Conan, Upin dan Ipin bekerja dengan prinsip
eliminasi atau pengguguran yang bunyinya "setelah seluruh
kemungkinan-kemungkinan lain tersingkir, yang tersisa, kendati kecil
kemungkinannya, mestilah sebuah kebenaran."
Upin dan Ipin mencari dan mengumpulkan ragam petunjuk,
menginterogasi berbagai pihak yang patut diduga berkaitan langsung atau tidak
langsung dengan kasus yang sedang diteliti.
Detektif Upin dan Ipin tidak sedang memburu kebenaran.
Sebaliknya, si kembar ini sedang merangkai keping demi keping kemungkinan
sembari secara bertahap menghindari kesalahan demi kesalahan.
Seperti detektif kawakan, Upin dan Ipin mengevaluasi
secara kritis prediksi-prediksinya sendiri, memperlihatkan kesalahan-kesalahan
yang dideritanya, sampai prediksi-prediksi itu mantap dalam artian tak gegabah
dan tak prematur.
Demikianlah, pada hampir seluruh cerita detektif, di
film maupun novel, proses adalah yang utama. Kesalahan demi kesalahan coba
diurai, kemungkinan demi kemungkinan dievaluasi terus menerus.
Lalu, jika ada, apa anggapan dasar di balik kerja ala
detektif?
Tampaknya ini; dari pada sibuk mencari
kebenaran, menghindari kesalahan adalah sebuah keutamaan. Kaidah ini, kalau mau
menggunakan istilah mentereng disebut falsifikasi.
Komentar
Posting Komentar